kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.965.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.830   0,00   0,00%
  • IDX 6.438   38,22   0,60%
  • KOMPAS100 926   8,20   0,89%
  • LQ45 723   5,45   0,76%
  • ISSI 205   2,17   1,07%
  • IDX30 376   1,61   0,43%
  • IDXHIDIV20 454   0,42   0,09%
  • IDX80 105   1,01   0,98%
  • IDXV30 111   0,45   0,40%
  • IDXQ30 123   0,28   0,22%

Aturan Tarif Royalti Minerba Disahkan, Pelaku Usaha Siapkan Strategi Efisiensi


Sabtu, 19 April 2025 / 06:00 WIB
Aturan Tarif Royalti Minerba Disahkan, Pelaku Usaha Siapkan Strategi Efisiensi
ILUSTRASI. Pemerintah resmi merilis dua regulasi baru yang mengatur penerimaan negara bukan pajak (PNBP) di sektor energi dan sumber daya mineral. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/Spt.


Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Handoyo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah resmi merilis dua regulasi baru yang mengatur penerimaan negara bukan pajak (PNBP) di sektor energi dan sumber daya mineral (ESDM). Kedua aturan ini mengatur jenis dan tarif PNBP, terutama untuk komoditas mineral dan batubara (minerba).

Regulasi pertama adalah Peraturan Pemerintah (PP) No. 18 Tahun 2025 yang merevisi PP No. 15 Tahun 2022 tentang perlakuan perpajakan dan/atau PNBP di kegiatan usaha pertambangan batubara. 

Sementara itu, PP No. 19 Tahun 2025 mengatur jenis dan tarif atas PNBP yang berlaku di lingkup Kementerian ESDM. Adapun aturan ini mulai berlaku efektif pada 26 April 2025.

Dalam beleid baru ini, pemerintah menaikkan tarif royalti pada beberapa kategori batubara. Misalnya, untuk batubara kalori <4.200 Kkal/Kg dengan metode tambang terbuka (open pit), tarif royalti naik dari 5%–8% menjadi 5%–9%.

Sementara untuk kalori 4.200–5.200 Kkal/Kg naik dari 7%–10,5% menjadi 7%–11,5%. Tarif royalti batubara kalori >5.200 Kkal/Kg tidak mengalami perubahan dan tetap sebesar 9,5%–13,5%.

Baca Juga: Penyesuaian Tarif Royalti Berlaku, Cek Rekomendasi Saham Emiten Sektor Minerba

Plt Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Gita Mahyarani mengatakan, pihaknya masih mempelajari aturan baru ini. 

“Anggota APBI akan mematuhi regulasi pemerintah dan mulai mengkaji penerapan PP 18 dan 19/2025 untuk optimalisasi cadangan serta penerimaan negara,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (17/4).

Namun, sejumlah pelaku usaha menilai kebijakan ini akan berdampak terhadap rencana operasional dan investasi perusahaan tambang.

Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA) Hendra Sinadia menyampaikan, perusahaan akan menghitung ulang beban usaha akibat kenaikan tarif.

“Perhitungan cadangan akan terpengaruh. Revisi atas feasibility study hingga dokumen Amdal sangat mungkin dilakukan,” jelas Hendra kepada Kontan, Kamis (17/4).

Penyesuaian juga dilakukan pelaku usaha nikel. Djoko Widajatno, Dewan Penasihat Pertambangan dari Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), menyebut perusahaan akan meningkatkan efisiensi agar harga pokok penjualan (HPP) tetap di bawah harga patokan mineral (HPM).

Baca Juga: Tarif Royalti Minerba Terbaru Dirilis, Begini Respons PTBA dan INDY

“Selain efisiensi alat, perusahaan juga memacu hilirisasi dan diversifikasi ke komoditas lain demi menjaga keberlanjutan usaha,” terang Djoko kepada Kontan, Kamis (17/4).

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pemasok Energi, Mineral, dan Batubara Indonesia (Aspebindo), Fathul Nugroho menambahkan, asosiasinya mendukung skema tarif royalti dinamis yang mengacu pada fluktuasi harga komoditas.

“Jika harga naik, tarif naik. Jika harga turun, tarif juga ikut menyesuaikan. Ini mencerminkan kebijakan yang adil bagi semua pihak,” kata Fathul kepada Kontan, Kamis (17/4).

Namun demikian, Fathul menekankan pentingnya penyesuaian finansial dan renegosiasi kontrak jual beli jangka panjang sebagai strategi mitigasi. 

“Peningkatan alokasi anggaran untuk royalti menjadi prioritas, tapi pelaku usaha juga perlu menyesuaikan harga jual dan renegosiasi kontrak agar tekanan likuiditas tidak terlalu berat,” jelasnya.

Ia juga menyoroti langkah efisiensi operasional, seperti penggunaan truk tambang berbasis teknologi Electric Vehicle (EV) yang dinilai 40% lebih efisien dalam aspek biaya bahan bakar dan operasional. Selain itu, pengurangan biaya logistik melalui optimalisasi rute pengiriman dan sistem real-time tracking juga menjadi perhatian utama.

Baca Juga: Tarif Royalti Minerba Baru Berlaku, Pengusaha Nikel Ungkap Dampaknya ke Dividen

Di sisi lain, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep), Bisman Bakhtiar menilai kebijakan ini lahir di tengah tekanan fiskal yang berat.

“Kita bisa memahami pemerintah sedang membutuhkan penerimaan negara tambahan karena defisit APBN,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (17/4).

Namun, ia mengingatkan, beban royalti yang semakin besar bisa menekan pelaku usaha yang kini menghadapi kombinasi tantangan: harga komoditas yang belum pulih, kenaikan PPN, dan aturan devisa hasil ekspor (DHE).

“Pelaku usaha terpaksa membuat skala prioritas. Jika kepepet, pengembangan bisa ditunda. Kita berharap jangan sampai berujung pada penghentian operasi atau PHK massal,” tandas Bisman.

Selanjutnya: Prabowo akan Bentuk Satgas Deregulasi, Mendag Bakal Perbaiki Kebijakan Ekspor-Impor

Menarik Dibaca: Gula Darah Rendah Harus Konsumsi Makanan Apa? Ini Daftarnya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×