kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Australia berpotensi jadi sasaran empuk ekspor mobil Indonesia


Selasa, 19 Februari 2019 / 16:20 WIB
Australia berpotensi jadi sasaran empuk ekspor mobil Indonesia


Reporter: Agung Hidayat | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Indonesia dan Australia dikabarkan akan menandatangani perjanjian perdagangan bebas (FTA) antar kedua negara, pada bulan Maret 2019 ini. Beberapa produk Indonesia yang berpotensi untuk ditingkatkan ekspornya antara lain produk otomotif seperti mobil.

Menganggapi hal tersebut, industri mobil di Indonesia mengapresiasi positif rencana tersebut. Mukiat Sutikno, Presiden Direktur PT Hyundai Mobil Indonesia pasar Australia tersebut sangat menarik karena kondisi negara tersebut memang tidak memiliki pabrikan mobil dan mengharuskan impor.

"Belum lagi (permintaan) sizenya hampir 1,2 juta unit per tahunnya," terangnya kepada Kontan.co.id, Selasa (19/2). Mukiat cukup optimis perjanjian ini bakal mampu mengerek ekspor Indonesia ke negara kangguru tersebut.

Adapun ia menilai tren dan permintaan mobil di Australia cenderung berbeda dengan Indonesia yang dominan Multi Purpose Vehicle (MPV), kebanyakan dari mereka menyukai mobil tipe hatchback, sedan dan Sport Utility Vehicle (SUV) kecil. Sementara untuk Hyundai saat ini belum memasuki pasar Australia karena suplai ekspornya masih menyasar negara pelanggan eksisting dari Hyundai Indonesia.

"Sekarang ini kami baru produksi H-1 di Indonesia jadi export market sementara ini belum mencakup Australia kecuali ada dorongan dari Hyundai Korea (pusat)," sebut Mukiat. Saat ini Hyundai baru mengekspor CKD kendaraan Hyundai H-1 dengan target ekspor tahun ini meningkat 15% dibanding 2018, yakni diharapkan berkisar 3.300 sampai 3.500 unit.

Sementara itu menurut Executive General Manager PT Toyota-Astra Motor (TAM) Fransiscus Soerjopranoto melihat selama ini suplai mobil Australia datang dari dua channel, yaitu Singapura dan Thailand. Dahulu, kata Fransiscus, di Australia memang terdapat pabrik Toyota namun saat ini sudah tutup dan mengharuskan negara tersebut membeli mobil dari luar negeri.

Lebih lanjut Fransiscus mengapresiasi upaya pemerintah, terlihat dengan lawatan beberapa kali Presiden RI kesana tampaknya membuahkan sinyal yang positif agat kerjasama ini juga melingkupi ekspor mobil ke negara tersebut. Selain itu fluktuasi kurs dolar AS kali ini juga menimpa Australia, sehingga mereka harus mencari sumber-sumber produksi mobil dengan kenaikan harga yang tidak terlalu membesar.

Bicara karakteristik mobil yang diminati di sana, Fransiscus melihat tentu akan berbeda dengan kebutuhan di Indonesia. "Saya lihat mereka disana cenderung butuh SUV dan tipe sedan," katanya kepada Kontan.co.id, Selasa (19/2).

Toyota sendiri melakukan ekspor kendaraan langsung dibawah mandat produsen, PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN). Menurut Fransiscus investasi dan kapasitas TMMIN sudah cukup besar dan dinilai layak untuk masuk ke market Australia ini.

Sepanjang tahun 2018, total pengapalan CBU bermerek Toyota berhasil menembus angka 206.600 unit atau naik positif sebesar 4% dari capaian tahun 2017 lalu yang berjumlah 199.600 unit. Di tahun ini Toyota menargetkan ekspor naik dari 5% dibandingkan tahun kemarin.

Pihak Toyota juga masih mempelajari kemungkinan untuk memasuki destinasi ekspor baru di Australia. Di saat yang sama APM ini juga berupaya tetap fokus dalam hal menjaga kestabilan performa ekspor di negara baru tujuan ekspansi tahun 2018 yang lalu di negara-negara Afrika dan Amerika Latin.

Semua kendaraan CBU yang diekspor ke berbagai negara itu merupakan produksi lokal dengan tingkat kandungan dalam negeri mencapai 75% sampai 94%. Sampai saat ini setidaknya sudah lebih dari 80 negara di kawasan Asia, Afrika, Amerika Latin, Karibia dan Timur Tengah yang menjadi tujuan ekspor Toyota.

Sementara itu terkait proyeksi ekspor mobil Indonesia ditahun ini, sebelumnya Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Jongkie Sugiarto sempat mengungkapkan bahwa peningkatan volume ekspor masih bergantung pada basis produksi mobil di dalam negeri. Saat di ranah global tipe sedan yang besar permintaannya, di Indonesia masih jadi basis produksi kendaraan yang kebanyakan jenis MPV.

Ia masih menyoroti dan berharap ditahun ini harmonisasi pajak sedan bisa segera diluncurkan yang bakal memicu pengaktifan kapasitas idle di pabrik otomotif nasional. Saat ini dari kapasitas terpasang nasional 2,2 juta unit per tahun, yang dipergunakan rata-rata masih 1,4 juta unit per tahunnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×