kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.200   59,26   0,83%
  • KOMPAS100 1.105   10,12   0,92%
  • LQ45 877   10,37   1,20%
  • ISSI 221   1,09   0,50%
  • IDX30 448   5,50   1,24%
  • IDXHIDIV20 539   4,27   0,80%
  • IDX80 127   1,28   1,02%
  • IDXV30 135   0,60   0,45%
  • IDXQ30 149   1,41   0,96%

Badai PHK Menghantui, Perlu Sinergi Kolaborasi Pemerintah Hingga Industri


Kamis, 12 September 2024 / 11:26 WIB
Badai PHK Menghantui, Perlu Sinergi Kolaborasi Pemerintah Hingga Industri
ILUSTRASI. Buruh menggelar aksi unjuk rasa di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Rabu (3/7//2024). Buruh menuntut perusahaan menghentikan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) buruh tekstil serta menuntut pemerintah untuk melindungi industri dalam negeri khususnya industri tekstil, kurir dan logistik, dan baja. KONTAN/Cheppy A. Muchlis/03/07/2024


Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun 2024 diawali dengan gelombang besar pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai industri di Indonesia.

Data dari Kementerian Tenaga Kerja mencatat bahwa jumlah pekerja yang terkena PHK sepanjang Januari hingga Agustus 2024 meningkat sebesar 23,72 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.

Jika pada 2023 terdapat 37.375 pekerja yang kehilangan pekerjaan, angka tersebut melonjak menjadi 46.240 pada 2024.

Baca Juga: Kredit Konsumsi Tetap Tumbuh Solid di Tengah Fenomena Kelas Menengah Turun Kasta

Provinsi dengan jumlah PHK terbesar sepanjang semester pertama 2024 adalah DKI Jakarta, dengan 7.469 pekerja terkena dampak. Diikuti oleh Banten (6.135 pekerja), Jawa Barat (5.155 pekerja), Jawa Tengah (4.275 pekerja), Sulawesi Tengah (1.812 pekerja), dan Bangka Belitung (1.527 pekerja).

PHK yang terjadi sebagian besar dipicu oleh krisis di berbagai lini pada sektor manufaktur.

Menurut Liliek Setiawan, Wakil Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Tengah, jumlah kasus PHK di lapangan kemungkinan lebih besar dari angka yang dicatat oleh Kementerian Tenaga Kerja.

Baca Juga: Badai PHK Dikabarkan Melanda Samsung Electronics

Berdasarkan data API, per awal Agustus 2024, sekitar 15 ribu buruh terkena PHK akibat penutupan 10 pabrik tekstil di wilayah Jawa Tengah, termasuk Ungaran, Karanganyar, dan Boyolali.

Liliek menyebut banyak perusahaan yang kesulitan bertahan karena serbuan barang impor, yang menyebabkan produk dalam negeri kalah bersaing di pasar sendiri. “Segala upaya dilakukan melalui efisiensi, tapi akhirnya banyak yang tutup usaha,” ujar Liliek dalam keterangannya, Kamis (12/9).

Bob Azam, Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), menyatakan bahwa pelemahan industri manufaktur juga diperparah oleh melemahnya daya beli masyarakat.

Pertumbuhan konsumsi rumah tangga sepanjang 2023 hanya mencapai 4,82 persen, lebih rendah dibandingkan tahun 2022 yang sebesar 4,94 persen.

Baca Juga: Jumlah Masyarakat Kelas Menengah Turun, Penciptaan Lapangan Kerja Perlu Didorong

Penurunan daya beli ini menyebabkan permintaan terhadap produk manufaktur menurun drastis, memaksa banyak perusahaan untuk melakukan efisiensi dan PHK.

Selain itu, Bob menjelaskan bahwa ketidakpastian politik selama masa transisi pemerintahan juga membuat investor enggan menanamkan modal mereka, yang pada akhirnya memperlambat pemulihan sektor industri.

Penurunan Purchasing Managers' Index (PMI) ke level 48,9 pada Agustus 2024 menjadi indikator nyata pelemahan sektor manufaktur di Tanah Air.

Lucia Nanny Lusida, seorang Organization Strategist dan Director D’Impact Indonesia, menjelaskan bahwa dalam beberapa kasus, keputusan PHK harus diambil untuk mempertahankan daya saing perusahaan dan kelangsungan bisnis di masa depan.

"Di banyak perusahaan khususnya multinasional, PHK hanya akan diambil jika semua opsi lain, seperti efisiensi dan optimalisasi, sudah tidak memberikan hasil yang diharapkan," jelas Lucia berdasarkan pengalamannya sebagai praktisi HR.

Hal ini juga sejalan dengan tren di mana banyak perusahaan saat ini terpaksa melakukan efisiensi besar-besaran sebagai respons terhadap kondisi industri yang lesu, khususnya manufaktur.

Baca Juga: Merger Angkasa Pura I dan II, Erick Thohir Jamin Tidak Ada PHK

Lucia juga menyoroti pentingnya responsible restructuring, yakni restrukturisasi yang dilakukan secara bertanggung jawab, sebagai solusi untuk menyelesaikan kewajiban industri dan ketenagakerjaan.

Langkah ini tidak hanya membantu perusahaan menjaga kelangsungan bisnis, tetapi juga memastikan pekerja mendapatkan hak-hak mereka.

Dalam kondisi sulit seperti ini tambah Lucia, Perusahaan harus sangat bijaksana, khususnya dalam memastikan penyediaan jaring pengaman dan pembekalan skill setelah restrukturisasi terjadi.

Penting untuk mempersiapkan keterampilan dan mental para karyawan terdampak, agar dapat tetap mandiri pasca kehilangan pekerjaan.

Andy William Sinaga, Sekretaris Eksekutif Indonesia Labor Institute, menjelaskan bahwa peningkatan PHK di Indonesia tidak lepas dari dampak ketidakstabilan geopolitik internasional serta pelemahan ekonomi global dan nasional.

Baca Juga: Gelombang PHK Melanda, Celios Sebut Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tidak Berkualitas

Ketatnya persaingan dengan negara-negara seperti Tiongkok, Kamboja, dan Vietnam yang menerapkan kebijakan low cost production menjadikan produk Indonesia sulit bersaing di pasar internasional karena kebijakan produksi murah dari negara lain, yang menyebabkan permintaan menurun dan perusahaan-perusahaan di Indonesia terpaksa melakukan efisiensi, termasuk PHK

Dalam menghadapi gelombang PHK yang masif, Indonesia Labor Institute mendorong implementasi Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) sebagai solusi bagi pekerja yang terdampak.

Andy mengingatkan pentingnya sinergi antara BPJS Ketenagakerjaan dan Kementerian Ketenagakerjaan dalam menjalankan program ini.

"Kami mengimbau BPJS Ketenagakerjaan dan Kemnaker segera bersinergi dan bertindak agar program JKP dapat tepat sasaran. JKP harus menjadi solusi yang tepat bagi para pekerja yang terkena PHK," tegasnya.

Andy juga menekankan perlunya penyediaan fasilitas pelatihan kerja dan kemudahan transformasi kepesertaan Jamsostek agar perlindungan sosial bagi pekerja tetap berjalan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×