Reporter: Dimas Andi | Editor: Noverius Laoli
“Kapasitas kami kalau dibandingkan produsen BBO di China dan India jelas kalah telak. Tapi, di Indonesia baru perusahaan BUMN yang mau investasi di industri BBO, walau sebenarnya pemain farmasi di sini jumlahnya banyak,” ungkap dia.
Sejauh ini, pabrik tersebut menghasilkan produk BBO yang kemudian diserap oleh Kimia Farma Group sendiri untuk dilanjutkan ke proses pembuatan produk obat jadi. Tentu peluang pelaku industri farmasi lain untuk menyerap produk BBO dari pabrik KAEF terbuka lebar, meski ada proses tertentu yang harus dilalui.
David menilai, dengan adanya pabrik BBO ini, level Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sebagian produk obat-obatan KAEF yang ada di pasar telah meningkat di atas 65%.
Baca Juga: Kimia Farma (KAEF) dan Pertamedika IHC Kerja Sama Sinergi Layanan Klinik Kesehatan
BBO sendiri punya peran besar dalam komposisi TKDN pada sebuah produk obat, mengingat porsinya yang bisa mencapai 50%. Selain BBO, komposisi TKDN produk obat juga terdiri dari riset dan pengembangan dengan porsi 30%, proses produksi 15%, dan pengemasan 5%.
Ke depannya, KAEF akan mengembangkan lagi jumlah item BBO yang dapat diproduksi oleh pabrik di Cikarang menjadi 28 item BBO hingga tahun 2024. Jika ini terwujud, maka KAEF dapat berpotensi membantu penurunan impor BBO sekitar 17%--20%.
Saat ini pun pabrik BBO KAEF telah menunjukkan kontribusinya. Berkat pabrik ini, impor BBO secara nasional turun 4,61% atau setara dengan Rp 1,02 triliun pada tahun 2021. Pada tahun 2022, impor BBO nasional ditargetkan turun 9,83% atau setara Rp 2,05 triliun.
Berlanjut pada tahun 2023 yang mana impor BBO nasional ditargetkan turun 10,53% atau setara Rp 2,75 triliun serta pada tahun 2024 nanti impor BBO nasional ditargetkan turun 16,72% atau setara Rp 3,72 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News