kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45895,55   2,12   0.24%
  • EMAS1.333.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bangun Pabrik Baru, Kimia Farma (KAEF) Berupaya Tekan Impor Bahan Baku Obat


Senin, 03 Oktober 2022 / 17:42 WIB
Bangun Pabrik Baru, Kimia Farma (KAEF) Berupaya Tekan Impor Bahan Baku Obat


Reporter: Dimas Andi | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - CIKARANG. PT Kimia Farma Tbk (KAEF) terus berupaya mendukung program kemandirian farmasi dan alat kesehatan nasional. Salah satu langkah yang sudah ditempuh oleh KAEF adalah membangun pabrik bahan baku obat (BBO) di Cikarang, Jawa Barat melalui anak usahanya PT Kimia Farma Sungwun Pharmacopia.

Direktur Utama Kimia Farma David Utama menyampaikan, Indonesia sebenarnya sudah bisa memproduksi 90% obat-obatan secara mandiri. Sayangnya, sebanyak 90% pula bahan baku obat-obatan Indonesia ternyata masih diimpor dari luar negeri, terutama dari China dan India.

Kondisi seperti ini tentu tidak bisa terus-menerus berlanjut. Apalagi, ketika pandemi Covid-19 muncul, Indonesia keteteran mencari BBO untuk penanganan virus Corona.

“Para produsen BBO utama dunia tentu ingin mengamankan pasokannya untuk diri mereka sendiri dahulu,” ujar dia dalam media gathering, Senin (3/10).

Baca Juga: Pendapatan Turun, Kimia Farma (KAEF) Rugi Rp 205 Miliar di Semester I 2022

Maka dari itu, pengembangan pabrik BBO dipelopori oleh KAEF. Perusahaan plat merah ini menggandeng mitra dari Korea Selatan yaitu Sung Wun Pharmacopia Co. Ltd., untuk saling mentransfer ilmu dan teknologi dalam pengembangan pabrik BBO yang memenuhi standar kualitas nasional dan internasional.

David tidak menyebut besaran investasi pembangunan pabrik BBO tersebut. Pabrik ini sendiri selesai dibangun pada 2018 silam dan memiliki kapasitas produksi BBO sekitar 75 tln sampai 100 ton per tahun.

Sampai tahun 2022, pabrik BBO KAEF telah memproduksi 12 item BBO yang telah bersertifikat GMP dari Badan POM RI sehingga dapat digunakan oleh seluruh industri farmasi dalam negeri. Ke-12 item BBO tersebut meliputi 3 BBO anti kolesterol yaitu Simvastatin, Atorvastatin, dan Rosuvastatin, 1 BBO anti platelet untuk obat jantung yaitu Clopidogrel, dan 2 BBP antivirus Entecavir dan Remdesivir.

Baca Juga: Alkindo Naratama (ALDO) Bidik Pendapatan Rp 3 Triliun pada Tahun Depan

Selanjutnya, terdapat 4 BBO Anti Retroviral (ARV) untuk HIV AIDS yaitu Tenofovir, Lamivudin, Zidovudin, dan Efavirenz, 1 BBO untuk diare yaitu Attapulgite, dan 1 BBO untuk antiseptic dan desinfectan yaitu Iodium Povidon.

David menyebut, untuk saat ini tujuan utama kehadiran pabrik BBO KAEF adalah mendukung ketahanan produk farmasi di dalam negeri, bukan untuk berkompetisi di pasar global. Ini mengingat Indonesia baru saja memulai pengembangan industri BBO, setelah selama ini lebih sering melakukan impor.

“Kapasitas kami kalau dibandingkan produsen BBO di China dan India jelas kalah telak. Tapi, di Indonesia baru perusahaan BUMN yang mau investasi di industri BBO, walau sebenarnya pemain farmasi di sini jumlahnya banyak,” ungkap dia.

Sejauh ini, pabrik tersebut menghasilkan produk BBO yang kemudian diserap oleh Kimia Farma Group sendiri untuk dilanjutkan ke proses pembuatan produk obat jadi. Tentu peluang pelaku industri farmasi lain untuk menyerap produk BBO dari pabrik KAEF terbuka lebar, meski ada proses tertentu yang harus dilalui.

David menilai, dengan adanya pabrik BBO ini, level Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sebagian produk obat-obatan KAEF yang ada di pasar telah meningkat di atas 65%.

Baca Juga: Kimia Farma (KAEF) dan Pertamedika IHC Kerja Sama Sinergi Layanan Klinik Kesehatan

BBO sendiri punya peran besar dalam komposisi TKDN pada sebuah produk obat, mengingat porsinya yang bisa mencapai 50%. Selain BBO, komposisi TKDN produk obat juga terdiri dari riset dan pengembangan dengan porsi 30%, proses produksi 15%, dan pengemasan 5%.

Ke depannya, KAEF akan mengembangkan lagi jumlah item BBO yang dapat diproduksi oleh pabrik di Cikarang menjadi 28 item BBO hingga tahun 2024. Jika ini terwujud, maka KAEF dapat berpotensi membantu penurunan impor BBO sekitar 17%--20%.

Saat ini pun pabrik BBO KAEF telah menunjukkan kontribusinya. Berkat pabrik ini, impor BBO secara nasional turun 4,61% atau setara dengan Rp 1,02 triliun pada tahun 2021. Pada tahun 2022, impor BBO nasional ditargetkan turun 9,83% atau setara Rp 2,05 triliun. 

Berlanjut pada tahun 2023 yang mana impor BBO nasional ditargetkan turun 10,53% atau setara Rp 2,75 triliun serta pada tahun 2024 nanti impor BBO nasional ditargetkan turun 16,72% atau setara Rp 3,72 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Accounting Mischief Practical Business Acumen

[X]
×