Reporter: Sofyan Nur Hidayat | Editor: Edy Can
JAKARTA. Program restrukturisasi mesin di sektor industri alas kaki dan penyamakan kulit rupanya sangat diminati pelaku industri di dalam negeri. Hal itu terlihat dari banyaknya jumlah perusahaan yang mengajukan permohonan dalam program ini.
Tingginya minat perusahaan untuk merestrukturisasi mesin tersebut tidak terlepas dari meningkatnya permintaan sepatu dari Indonesia di pasar internasional. Direktur Tekstil dan Aneka Ditjen Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Budi Irmawan bilang, karena peserta membludak, masa pendaftaran program ini terpaksa ditutup lebih awal dari jadwal semula, yakni dari tanggal 30 Juni menjadi 17 Juni 2011.
Menurut Budi, penutupan dilakukan karena jumlah perusahaan pemohon dan dana yang diajukan telah melebihi anggaran yang telah disiapkan. "Permohonan program itu mencapai Rp 42,8 miliar, atau 214,25 % dari anggaran," kata Budi, kemarin.
Sampai sejauh ini, sudah 23 perusahaan alas kaki yang mendaftar program restrukturisasi. Rencana investasi dari 23 perusahaan itu diperkirakan mencapai Rp 218,3 miliar. Bantuan dari pemerintah sendiri hanya Rp 20 miliar dan akan diberikan melalui proses seleksi dan verifikasi.
Tambah anggaran
Kondisi ini sangat berbeda dengan program restrukturisasi tahun lalu. Pada tahun 2010 pemerintah menganggarkan dana restrukturisasi mesin di sektor ini sebesar Rp 34 miliar. Namun, penyerapan anggaran dari produsen hanya Rp 25,5 miliar atau 75%.
Menurut Budi, peningkatan peserta program restrukturisasi tahun ini membuktikan bahwa industri alas kaki nasional sedang mengalami pertumbuhan yang sangat signifikan. Nah, untuk tahun depan, Kemenperin akan mengajukan tambahan anggaram dengan mengacu pada banyaknya peminat di 2011.
Dewan Penasihat Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo), Djimanto membenarkan bahwa pasar sepatu saat ini tengah bergairah. Itu sebabnya, menurut Djimanto, banyak industri yang berminat mengikuti program restrukturisasi mesin.
Industri sepatu mulai bergairah karena saat ini banyak negara di dunia mengalihkan pembelian sepatu dari China ke negara lain, termasuk Indonesia. Hal itu dilakukan menyusul semakin mahalnya harga sepatu China di pasar internasional. "Banyak negara yang semula mengimpor dari China, sekarang mengalihkan order ke Indonesia," kata Djimanto.
Meningkatnya permintaan sepatu di pasar ekspor mendorong perusahaan sepatu meningkatkan kapasitas produksinya. Salah satunya dengan cara mengganti mesin lama dengan mesin-masin baru. Menurut Djimanto, industri yang memanfaatkan program restrukturisasi ini merupakan industri yang sebelumnya terimbas krisis tahun 1998 dan 2008.
Mereka tidak sempat merestrukturisasi mesin karena krisis. Ketua Umum Aprisindo, Eddy Widjanarko mengatakan, program restrukturisasi mesin alas kaki sebaiknya diutamakan bagi industri kecil dan menengah (IKM). Menurut Eddy, mereka lebih membutuhkan dana untuk restrukturisasi mesin. "Industri skala rumahtangga banyak yang kesulitan dana untuk membeli mesin baru," Eddy. Selain kesulitan dana, produk mereka juga terpukul dan kalah bersaing dengan produk China yang harganya murah.
Sebaliknya, Industri skala besar justru sedang bergairah karena pasar ekspor terus tumbuh. Tahun ini, kapasitas industri alas kaki Indonesia diperkirakan mencapai 6 juta pasang per bulan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News