Reporter: Kenia Intan | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JKARTA. Semester I 2019 menjadi periode yang berat bagi PT Polychem Indonesia Tbk. (ADMG). Berdasarkan laporan keuangan yang dirilis perusahaan, Rabu (31/7), ADMG mencatatkan penurunan pendapatan bersih 35,05% year on year (yoy) menjadi US$ 118,54 juta.
ADMG juga mencatatkan rugi bersih US$ 10,29 juta, padahal di periode yang sama tahun sebelumnya perusahaan mencatatkan keuntungan US$ 9,79 juta.
Sekertaris perusahaan PT Polychem Indonesia Tbk. bilang, kinerja yang menurun disebabkan oleh perang dagang antara AS dan China. Dampaknya dirasakan oleh pabrik chemical perusahaan, terjadi selisih yang cukup jauh antara harga bahan baku ethylene dan harga jual produk monoethylene glicol (MEG). Selisih harga sempat mencapai US$ US$398/MT atau sekitar 39.3% dari harga ethylene.
Baca Juga: Polychem (ADMG) Kerek Kapasitas Produksi
" Tertinggi selisihnya di bulan Februari 2019 di mana harga rata-rata Ethylene US$1012.5/MT sedangkan harga MEG US$ 614.5/MT," jelas Chandra ketika dihubungi Kontan.co.id, Senin (5/8).
Manajemen perusahaan mengambil langkah untuk mengurangi kapasitas produksi MEG agar tidak membengkakan kerugian. Adapun pabrik chemical ADMG yang semula beroperasi dua plant kini hanya menjadi satu plant saja.
Kondisi ini dipersulit dengan impor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) yang membanjiri pasar dalam negeri karena Permendag No 64 tahun 2017. Kebijakan tersebut memperbolehkan importir umum mengimpor barang secara tidak terkontrol melalui Pusat Logistik Berikat (PLB). Akibatnya, produk ADMG tidak terserap di pasar dalam negeri.
Mengatasi kondisi ini, perusahaan berusaha menekan biaya produksi dengan peremajaan mesin, khususnya di pabrik polyester yang memproduksi Drawn Texturized Yarn (DTY). Mesin baru tersebut berkapasitas dua kali lipat dari mesin lama. Adapun, kapasitas produksi pabrik Polyester masih tetap sama.
Perusahaan juga turut mendukung Asosiasi Produsen Synthetic Fiber Indonesia (APSyFi) yang meminta dan menghimbau pemerintah untuk mencabut Permendag No 64 tahun 2017, serta meninjau kembali PLB.
"Selama perang dagang US -China masih berlanjut dan pemerintah tidak segera mencabut Permendag No 64 tahun 2017, maka kondisi seperti ini akan terus berlanjut," tutup Chandra.
Asal tahu saja pendapatan perusahaan dari segmen polyester di semester I 2019 tercatat US$ 48,84 juta turun 17% yoy. Sementara dari segmen Ethilene Glycol dan Petrokimia berkontribusi US$ 69,69 juta turun 43.58% yoy.
Sedikit gambaran, sampai semester I 2019, total aset ADMG sebesar US$ 266,98 juta, turun 4,8% dibandingkan akhir tahun 2018 yang sebesar Rp 280,67 juta. Rinciannya, aset lancar US$ 119,85 juta dan aset tidak lancar US$ 147,12 juta.
Sementara itu, liabilitas ADMG hingga separuh tahun 2019 tercatat US$ 32,71 juta turun 11,35% dari yang tercatat akhir tahun 2018 yang sebesar US$ 36,9 juta. Rinciannya, liabilitas jangka pendek US$ 21,26 juta dan liabilitas jangka panjang US$ 11,44 juta. Adapun ekuitas perseroan tercatat juga turun 3,8% menjadi US$ 234,27 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News