Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) buka suara soal kelanjutan proyek minyak dan gas (migas) di Blok Tuna yang saat ini diambil alih sepenuhnya oleh perusahaan Rusia, Zarubezneft.
Ini menyusul adanya sanksi Eropa kepada perusahaan raksasa migas Rusia lainnya, Rosneft yang mengalami embargo penjualan minyak dari kilang minyak mereka di India, yang bekerja sama dengan perusahaan India, Naraya Energy.
Sanksi ini adalah efek samping dari perseteruan Rusia dan Ukraina dalam perang yang belum juga usai. Lapangan-lapangan minyak yang digarap Rosneft, meski di luar Rusia dianggap menjadi sumber pendanaan perang.
Terkait dampaknya ke Indonesia, menurut Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Hudi D. Suryodipuro, rencana pengembangan (plan of development) atau POD Blok Tuna masih berjalan sesuai jadwal.
Baca Juga: SKK Migas: Hampir 70% Volume LNG Disalurkan untuk Kebutuhan Domestik
"Tentu saja, yang kita pegang pokoknya, bagaimana caranya itu on stream sesuai dengan POD-nya. Nah, kalau pun nanti ada isu-isu yang perlu diantisipasikan, ya harapan kita mereka (Zarubezhneft) juga segera menyampaikan kepada kita," ungkap Hudi, dalam agenda di Jakarta, Jumat (25/07).
Hudi menambahkan, sanksi Uni Eropa kepada Rosneft memiliki perbedaan pandangan dengan sistem kerja Zarubezhneft di Blok Tuna.
Menurutnya, yang terkendala dari sisi geopolitik adalah langkah patner antara Zarubezhneft dengan perusahaan migas asal Inggris, Harbour Energy.
"Karena kebetulan isunya pada saat itu bukan karena ZN (Zarubezhneft)-nya, tapi karena dia berpartner dengan Harbour, di mana nanti transaksi kalau umpamanya nanti ada cash call atau apa, itu kan nggak bisa terjadi," jelasnya.
Asal tahu saja, Zarubezhneft tadinya berpartner dengan Harbour Energy dalam menggarap Blok Tuna dengan pembagian hak partisipasi atau participating interest (PI) masing-masing sebesar 50%.
Baca Juga: Bos SKK Migas: Menteri ESDM Minta Inpex Tuntaskan FEED Blok Masela Akhir 2025
Namun pada Selasa (22/07) Kepala SKK Migas Djoko Siswanto mengatakan Harbour Energy resmi hengkang dari proyek tersebut dan saan ini Zarubezhneft sedang mencari partner baru.
Sebagai informasi, Blok Tuna diestimasikan memiliki potensi gas di kisaran 100—150 million standard cubic feet per day (MMSCFD), menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Adapun, investasi pengembangan lapangan hingga tahap operasional ditaksir mencapai US$ 3,07 miliar atau setara dengan Rp45,4 triliun.
Selanjutnya: Survei MSI: Periode Libur Sekolah, Masyarakat Tetap Belanja Meski Makan Tabungan
Menarik Dibaca: Universitas Negeri Malang Kenalkan AI dan Keamanan Data untuk Hadapi Era Digital
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News