Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Rizki Caturini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Jumlah perusahaan pengembang listrik swasta atau Independent Power Producer (IPP) Energi Baru Terbarukan (EBT) yang belum mencapai financial closing (FC) setelah menandatangani jual beli listrik atau Power Purchase Agreement (PPA) masih minim. Dari 68 perusahaan, tercatat masih ada sekitar 55 IPP yang saat ini belum mencapai FC.
Untuk itu Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berupaya terus memonitoring dan mengidentifikasi hambatan dari 55 IPP EBT yang sampai saat ini belum juga mencapai financial closing tersebut. Padahal seperti diketahui, PPA listrik itu telah dilakukan pada Agustus 2017.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Rida Mulyana mengatakan, pihaknya terus memonitoring kesulitan dari 55 IPP tersebut. Jika belum ada perubahan dalam waktu dekat ini, maka pihaknya akan mengadakan pertemuan dengan perusahaan tersebut.
"Jika ada kesulitan maka akan kami pertemukan dengan pak Wamen (Arcandra Tahar)," terangnya di Kantor Kementerian ESDM, Rabu (10/1).
Asal tahu saja, Wamen ESDM Arcandra Tahar pernah berjanji akan membantu IPP yang kesulitan mendapatkan pinjaman oleh bank dalam negeri. Maka dari itu, Arcandra berupaya mengumpulkan lembaga pemberi pinjaman yang berpotensi bisa memberikan bunga rendah, seperti Bank Dunia.
Menurut Arcandra, bunga pinjaman dari lembaga keuangan dalam negeri memang lebih tinggi dibandingkan luar negeri. Di dalam negeri, bunga pinjaman dari bank bisa mencapai 10% hingga 11%. Sedangkan di luar negeri bisa di bawah 5%, bahkan ada yang sampai 2%.
Salah satu lembaga pendanaan dalam negeri yang sudah memberi sinyal adalah PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI). Arcandra berharap SMI dapat menyalurkan sebagian dana yang dimilikinya untuk pengembangan EBT. Ini untuk menyukseskan target bauran energi 23% pada 2025.
Rida menambahkan, sebelumnya para asosiasi pengembang listrik hijau itu juga telah menemui Wakil Presiden RI Jusuf Kalla dan diminta untuk menjabarkan kesulitan-kesulitan yang terjadi. Misalnya apakah berkenaan dengan Peraturan Menteri No. 50 tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik.
Ada salah satu pasal berkenaan dengan (build, own, operate, and transfer/BOOT) yang dianggap kurang bersahabat oleh pengembang. Namun, berkenaan dengan Permen itu, Rida belum bisa memastikan apakah akan direvisi atau tidak.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Listrik Tenaga Air (APLTA), Riza Husni mengatakan, pihaknya sudah melakukan pertemuan dengan Wapres Jusuf Kalla beberapa pekan lalu dan diminta untuk menyusun draft masalah yang sedianya membuat investasi di bidang EBT ini menjadi mandek.
Berbeda dengan Jusuf Kalla, kata Riza, Menteri ESDM Ignasius Jonan malah enggan mendengar pendapat dari asosiasi. "Kami berusaha meyakinkan pak Jonan bahwa PPA yang ditandatangani kemarin tidak bankable. Kalau beliau ingin tunggu sampai terbukti gagal, artinya kita harus menunggu sampai akhir tahun," ungkap Riza.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News