Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Pemerintah akan fokus untuk mengoptimalkan pasokan batubara bagi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dari batubara. Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memprediksi kebutuhan listrik setiap tahunnya akan terus mengalami peningkatan seiring dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Direktur Jenderal Kelistrikan ESDM Jarman mengatakan, kebutuhan listrik sampai di tahun 2022 bakal meningkat signifikan sehingga perlu menambah kapasitas mencapai 59.000 mega watt (MW). "Kebutuhan listrik kita sesuai Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) dari 2012-2022 itu mencapai 59.000 MW. Kami akan fokus pada pengembangan batubara bagi PLTU," kata Jarman, Kamis (4/9).
Menurut Jarman, Indonesia memiliki banyak cadangan pasokan batubara sehingga lebih layak diperhitungkan untuk dipergunakan.“Kedepan, diperkirakan, hingga 10 tahun kedepan, batubara akan tetap menjadi pemasok utama bahan bakar pembangkit di Asia Tenggara,” terangnya.
Dia mengatakan, ada tiga faktor yang harus diperhatikan dalam pemakaian batubara. Yakni, pertama masalah sekuriti pasokan batubara, kedua, keekonomian dan ketiga lingkungan. “Faktor lingkungan itu harus diperhatikan, jangan membakar batubara saja tapi environmentalnya tidak terpenuh, karena kita tahu batubara itu menghasilkan emisi yang cukup besar, karena itulah perlu dicari teknologi yang dapat memenuhi tiga kriteria tadi,” tuturnya.
Selain itu, Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) untuk batubara dan diharapkan dapat berjalan sesuai dengan apa yang direncanakan sehingga dapat memenuhi kebutuhan terutama untuk pembangkit tenaga listrik. “Bila penggunaan batubara saat ini baru sekitar 50%, diharapkan pada tahun 2020 batubara dapat menyumbang 63% dari bauran energi nasional untuk sub sektor kelistrikan,” tandasnya.
Disamping itu, Direktur Utama PLN (Persero) Nur Pamudji mengatakan, 51% tenaga terbesar listrik dihasilkan oleh batubara. Untuk lima tahun ke depan, penggunaan batubara akan meningkat menjadi 61%. “Untuk masalah kerusakan lingkungan hidup, penambangannya kan ada aturan yang harus dijalankan, agar dampak dari penambangan diminimalkan,” terangnya.
Tapi kini yang menjadi sorotan menyangkut batubara menjadi energi yang bersih dan ramh lingkungan. “Batubara sendiri bisa menggunakan teknologi yang bersih, contohnya memakai Carbon Capture Storage (CCS) atau teknologi batubara bersih lain,” jelasnya.
Namun, menggunakan teknologi tersebut kata Nur Pamudji, konsekuensinya harga akan lebih mahal. Maka dari itu, menjual energi dengan biaya mahal atau toleransi harga energi beremisi sampai ke satu tingkat mampu menjadi lebih bersih. “Saya lebih memilih ini karna langkah ini juga ditempuh oleh negara Eropa dan Amerika Serikat, Jepang serta China,” tandasnya. Saat ini kebutuhan batubara untuk pembangkit tenaga listrik mencapai 60 juta ton per tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News