Reporter: Asnil Bambani Amri, Benediktus Krisna Yogatama | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Raksasa kertas Indonesia, Asia Pulp and Paper (APP), telah meminta perlindungan safeguard kertas coated paper ke pemerintah. Namun, permohonan ini mengundang kontroversi, karena diduga bisa menciptakan monopoli penjualan kertas coated paper.
Pada Mei 2014 lalu, raksasa kertas Indonesia Asia Pulp and Paper (APP) – lewat anak usahanya PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk (TKIM) dan PT Pindo Deli Pulp & Paper – mengajukan safeguard alias meminta tindakan perlindungan dari produk kertas impor kertas ke Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI).
Keduanya mengajukan safeguard impor coated paper atau kertas dan kertas karton berlapis satu atau kedua sisinya. Alasannya, mereka menemukan lonjakan impor coated paper.
Mengacu data Badan Pusat Statistik (BPS), impor kertas coated paper naik 233% dari 22.166 ton di 2010 menjadi 73.869 ton di 2013. "Permohonan safeguard dilakukan karena lonjakan impor atas produk tersebut," kata Suhendra Wiriadinata, Direktur Corporate Affairs and Communications APP, beberapa waktu lalu.
Namun, safeguard tak cukup hanya soal lonjakan impor. Safeguard bisa ber-laku jika ada ancaman serius bagi industri dalam negeri karena lonjakan impor. Hal ini diatur lewat Peraturan Pemerintah (PP) No 34/2011 dan aturan World Trade Organization (WTO) dalam Article XIX GATT 1947.
Lantas, apakah TKIM dan Pindo Deli merugi karena impor? Dalam laporan keuangan TKIM 2010, perusahaan untung US$ 46,57 juta. Kemudian tahun 2011, keuntungan TKIM naik 53,6% jadi US$ 71,08 juta. Namun tahun 2012 keuntungannya turun 49,8% menjadi US$ 35,65 juta. Begitu juga di tahun 2013, labanya turun menjadi US$ 27,38 juta.
Adapun di semester I–2014, TKIM mencatat laba US$ 17,08 juta. Untuk Pindo Deli, sulit melacak laporan keuangannya, sebab perusahaan ini tidak go public.
Yang jelas, dengan alasan lonjakan impor dan penurun-an laba inilah TKIM meminta perlindungan ke KPPI. "Pemohon mengalami pertumbuhan negatif, yaitu produksi, pangsa pasar domestik, persediaan, kapasitas terpakai, laba, dan tenaga kerja," kata Ernawati, Ketua KPPI, yang kini sedang melakukan penyelidikan.
Ada yang bertanya, kenapa perusahaan sebesar APP meminta perlindungan safeguard? Padahal, data Persatuan Perusahaan Grafika Indonesia (PPGI) menyebutkan, APP menguasai 60% produksi kertas nasional sebesar 13,5 juta ton per tahun. Hasil penelusuran KONTAN, perusahaan ini agresif di luar negeri, yang terbaru perusahaan membuka gudang di Belgia dan buka kantor di Jerman.
Jimmy Juneanto, Presiden PPGI, menilai, permintaan safeguard oleh APP mengundang pertanyaan. Sebab, impor kertas coated paper tidak membahayakan bisnis APP, apalagi sampai bikin rugi. Selain itu, coated paper hanya diproduksi TKIM dan Pindo Delli di Indonesia. Jika safeguard berlaku, Jimmy memproyeksikan harga kertas coated paper berpeluang dikendalikan APP. "Mereka (APP) bisa memainkan harga seenaknya," tuding Jimmy.
Keluhan sama disampaikan Herfin Toyib, Kepala Divisi Logistik PT Temprint, selaku konsumen coated paper. "Jika safeguard berlaku, maka pemerintah sama saja melegalkan monopoli," tuding Herfin. Untuk diketahui saja, PT Temprint impor 1.000 ton coated paper per tahun, untuk mencetak Majalah Tempo dan lain-lain.
Sayangnya, permohonan safeguard yang dituding bisa memicu monopoli tidak mendapat konfirmasi dari pihak APP. Sampai berita ini naik cetak, panggilan telepon ke Suhendra Wiriadinata tidak mendapat jawaban. Begitu pula dengan pesan singkat dan surat elektronik, tidak berbalas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News