kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Beda Data Impor BPS Dengan ITC, Kemenperin Singgung Pelabuhan Tikus


Rabu, 10 Juli 2024 / 10:05 WIB
Beda Data Impor BPS Dengan ITC, Kemenperin Singgung Pelabuhan Tikus
ILUSTRASI. data impor Indonesia dari China yang dikeluarkan BPS dan ITC berbeda


Reporter: Leni Wandira | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menurut laporan yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), data produk impor yang masuk ke Indonesia dari China memiliki perbedaan dengan data ekspor China ke Indonesia yang disajikan oleh International Trade Center (ITC).

Reni Yanita, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) di Kementerian Perindustrian (Kemenperin), menyatakan bahwa penyebab utama perbedaan ini adalah adanya pelabuhan tikus yang tidak tercatat secara resmi.

"Pelabuhan tikus ini memungkinkan adanya penyelundupan barang impor ke Indonesia, yang akhirnya tidak tercatat dalam data resmi," ujar Reni di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada hari Selasa (9/7).

Kata dia, Kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan memunculkan banyak pelabuhan yang tidak terdaftar, sehingga data impor yang dilaporkan oleh BPS tidak selaras dengan data ekspor yang dilaporkan oleh China.

"Ada penyelundupan ya. Uniknya kita kan (negara) kepulauan. Daerah banyak pelabuhan tikus, pelabuhan-pelabuhan yang nggak tercatat," sambungnya.

Baca Juga: Sejak Permendag Relaksasi Impor Berlaku, Volume Impor Tekstil Melonjak

Reni juga menjelaskan bahwa China menerapkan kebijakan pengembalian pajak (tax rebate) yang besar dalam industri ekspornya, yang mendorong pelaporan ekspor yang lebih masif.

Namun, ketika barang-barang tersebut tiba di Indonesia melalui pelabuhan tikus, mereka tidak tercatat dengan baik.

"Dalam kasus China, industri mereka mendapatkan pengembalian pajak sebesar 30 persen, sehingga mereka cenderung melaporkan seluruh ekspor mereka," tambah Reni.

Namun, di Indonesia, mekanisme penerimaan barang melalui pelabuhan-pelabuhan tak tercatat ini menyebabkan ketidaksesuaian data.

Reni juga menekankan bahwa kewenangan pengawasan di pelabuhan berada di tangan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, bukan di Kementerian Perindustrian.

Hal ini membuat Bea Cukai memiliki peran yang krusial dalam menangani masalah ini, terutama terkait dengan penerimaan negara.

"Dalam hal ini, Bea Cukai yang seharusnya lebih concern untuk mengawasi penerimaan negara dari barang-barang yang masuk ke Indonesia," jelas Reni.

Baca Juga: Kemenperin Minta Data Penumpukan Kontainer di Pelabuhan, Ini Jawaban Bea Cukai

Sebelumnya, Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah mengungkap terdapat perbedaan data ekspor-impor Indonesia China antara yang dimiliki BPS dan International Trade Center (ITC).

Berdasarkan catatan Hippindo, dari 2004 hingga 2023, ekspor produk China ke Indonesia yang tercatat di ITC memiliki nilai yang lebih besar dibanding jumlah impor dari China ke Indonesia yang tercatat di BPS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×