Reporter: Leni Wandira | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 yang merelaksasi pembatasan impor menyebabkan industri tekstil mengalami tantangan yang signifikan.
Plt Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Reni Yanita menyinggung banyak produk impor tekstl dan produk tekstil masuk dengan harga yang tidak bisa disaingi pemain lokal.
Kata dia, dampaknya terasa dengan banyaknya perusahaan tekstil yang harus menutup usaha dan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawan.
"Banjirnya impor produk jadi dengan harga yang sangat murah berhadapan langsung dengan produksi dalam negeri. Jadi, persetujuan impor yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan tidak mempertimbangkan faktor harga dan supply-demand," ujar Reni saat rapat dengan Komisi VII DPR di Jakarta, Selasa (9/7).
Baca Juga: Meski Tuai Banyak Protes, Mendag Tegaskan Tak Akan Revisi Permendag Relaksasi Impor
Reni menjelaskan, masalah utama saat ini adalah meningkatnya impor produk jadi dengan harga sangat murah yang bersaing langsung dengan produksi dalam negeri. "Selain itu, impor produk yang dijual melalui marketplace dan TikTok Shop juga menjadi persoalan serius," imbuhnya.
Sejak diberlakukannya Permendag Nomor 8 Tahun 2024, volume impor tekstil di Indonesia telah melonjak, mencapai 194.870 ton pada Mei 2024 dari 136.360 ton pada April 2024.
Reni mengungkapkan dampak kebijakan ini sangat merugikan, menyebabkan 6 perusahaan tekstil di Indonesia harus berhenti operasi.
Perusahaan tersebut PT S Dupantex dan PT Alenatex di Jawa Barat, serta PT Kusumahadi Santosa, PT Kusumaputra Santosa, PT Pamor Spinning Mils, dan PT Sai Apparel di Jawa Tengah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News