kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.499.000   -40.000   -2,60%
  • USD/IDR 15.935   -60,00   -0,38%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

Beda tafsir bauran EBT 23% pada 2025, begini versi METI dan pemerintah


Kamis, 22 Oktober 2020 / 15:58 WIB
Beda tafsir bauran EBT 23% pada 2025, begini versi METI dan pemerintah
ILUSTRASI. Petugas menunjukkan sampel bahan bakar B30. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/wsj.


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kejar target bauran energi baru dan terbarukan (EBT) sebesar 23% pada tahun 2025 dinilai berat. Realisasi sekarang masih jauh dari harapan. Ketenagalistrikan pun menjadi sektor yang paling disorot. Bahkan, ada perbedaan tafsir bauran energi sektor setrum antara pemerintah dengan Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI).

Direktur Aneka EBT Kementerian ESDM Harris membeberkan, untuk mencapai target 23% bauran energi nasional pada tahun 2025, maka dibutuhkan tambahan kapasitas pembangkit listrik hingga sekitar 10.000 Megawatt (MW). Padahal, penambahan kapasitas listrik EBT dalam empat tahun terakhir hanya berkisar di angka 400 MW-500 MW.

Artinya, tanpa ada dorongan yang mengakselerasi, proyeksi penambahan kapasitas listrik EBT hanya sekitar 2.500 MW hingga tahun 2025. Saat ini, kapasitas terpasang listrik EBT masih sekitar 10.400 MW atau baru 15% dari total kapasitas terpasang pembangkit listrik yang ada di angka 69.000 MW.

"Dengan demikian, diperlukan effort yang lebih besar lagi untuk bisa mencapai target yang disebutkan," kata Harris, dalam webinar yang digelar Kamis (22/10).

Ketua Umum METI Surya Darma tak sependapat dengan proyeksi yang dipaparkan Harris. Menurut Surya, tidak bisa disamakan antara target EBT dalam bauran energi nasional, dengan target bauran EBT di sektor kelistrikan. 

Merujuk pada Kebijakan Energi Nasional (KEN) maupun Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), Surya menerangkan bahwa target buaran 23% adalah untuk energi secara keseluruhan. Termasuk untuk Bahan Bakar Minyak (BBM), pemakaian di sektor industri, dan juga kelistrikan.

Baca Juga: Petakan potensi EBT, Erick Thohir: Beberapa daerah punya kapasitas berlebih

Sedangkan khusus untuk sektor kelistrikan, target bauran EBT pada 2025 seharusnya bukan 23%, melainkan 33,3%. "Kalau kita baca secara runut yang ada di dalam KEN, maka target dari sektor listrik itu adalah 33,3% itu berasal dari energi terbarukan. Dan itu adalah angka yang terendah, jadi bukan angka maksimal," terang Surya.

Bagi Surya, kesamaan pemahaman atas target bauran EBT tersebut sangat lah penting. Sebab, hal itu akan menjadi landasan dalam upaya mengakselerasi pengembangan EBT. "Kalau ini tidak sama (target bauran EBT), upaya-upaya juga dilakukan berbeda. Karena kalau target tinggal sedikit, effort-nya tidak terlalu besar. Padahal targetnya itu jauh lebih besar," sambungnya,

Menjawab Surya, Harris mengungkapkan bahwa target 23% EBT memang terhadap bauran energi nasional. Secara garis besar, porsi bauran EBT tersebut dibagi ke dalam dua sektor, yakni kelistrikan dan BBM (fuel), seperti melalui program biodiesel B30.

Harris bilang, target bauran EBT dari listrik memang tidak secara spesifik disebutkan. Namun, dia mengatakan bahwa  porsi dari kelistrikan untuk mencapai bauran 23% memang lebih besar. Yakni 75% berasal dari bauran EBT pembangkit. Sedangkan 25% berasal dari fuel.

"Memang untuk pembangkit listrik kita tidak ada spesifik disebutkan nanti 23%. Hanya kita menerjemahkan bahwa untuk target EBT itu dalam pembangkit listrik 23%," ungkap Harris.

Menurutnya, bauran EBT dari kelistrikan dihitung dari energi yang diproduksi. Sedangkan dari kapasitasnya, bisa jadi memang lebih tinggi dari 23%. Sebab, perhitungan listrik yang bersumber dari EBT berbeda dengan yang berbahan bakar fosil, terutama batubara.

"Jadi dilihat dari energi yang diproduksi. Nanti bisa saja kapasitasnya tidak 23% tetapi jauh lebih dari itu. Karena 1 MW PLTS tidak bisa dibandingkan dengan 1 MW PLTU, atau PLTA. Jadi harus melihat dari listrik yang diproduksi," terang Harris.

Merujuk pada catatan Kontan.co.id, dalam hitungan pemerintah, hingga Mei 2020 total bauran EBT baru mencapai 9,15%. Khusus di sektor kelistrikan, baurannya sebesar 14,21% dari produksi listrik nasional.

Selanjutnya: Pertamina dominasi industri panas bumi, begini pandangan asosiasi dan METI

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×