Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bagaimana duduk perkara utang yang dimiliki oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag) ke Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) atas pembayaran selisih minyak goreng (rafaksi) sebesar Rp 344 miliar?
Terkait hal ini, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) angkat bicara.
Melansir Kompas.com, Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Chandra Setiawan mengatakan, utang tersebut sudah terjadi sejak setahun lebih, atau sejak saat Kementerian Perdagangan dipimpin oleh Muhammad Lutfi.
Sumber utang itu pun dimulai ketika awal Januari 2022 silam harga minyak goreng melambung tinggi hingga stoknya terbatas.
Pemerintah pun dalam hal ini adalah Kementerian Perdagangan melakukan berbagai upaya untuk meredam harga tersebut yang salah satunya dengan mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan untuk Kebutuhan Masyarakat dalam Kerangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit pada tanggal 19 Januari.
Baca Juga: Ini 3 Ultimatum Aprindo Jika Kemendag Tak Bayar Utang Minyak Goreng Rp 344 Miliar
"Permendag itu kan menghendaki adanya pemenuhan kebutuhan minyak goreng dengan satu harga. Ketika itu ada juga kebijakan yang ditetapkan yakni Harga Acuan Keekonomian (HAK) dan Harga Eceren Tertinggi (HET). Pada saat itu HAK minyak goreng Rp 17.260 per liter dan HET Rp 14.000 per liter," ujarnya dalam jumpa pers virtual, Rabu (10/5/2023).
"Jadi akhirnya Aprindo itu melalui anggota-anggotanya memerintahkan menjual minyak goreng satu harga yakni Rp.14.000 sesuai Permedag itu. Berapapun harganya yang mereka beli (dari produsen) tetap harus dijual Rp 14.000 per liter sesuai HET. Jadi pembayaran yang dilakukan oleh pemerintah kepada pelaku usaha itu berdasarkan selisih antara harga Rp 17.260 per liter dengan Rp 14.000," sambung Chandra.
Adapun berdasarkan catatan Kompas.com, pasal 7 aturan itu menyatakan, pelaku usaha (produsen minyak goreng) akan mendapatkan dana dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Dana itu dihitung dari selisih harga eceran tertinggi (HET) dan harga keekonomian yang ditawarkan pasar. Dalam Permendag tersebut, HET ditetapkan Rp 14.000 per liter.
Chandra mengatakan, dengan adanya selisih tersebut artinya pemerintah mempunyai utang selisih pembayaran yang harus dibayarkan namun harus melalui proses verifikasi yang panjang sesuai dengan aturan.
Baca Juga: Kemendag Akan Kumpulkan Peritel dan Produsen Minyak goreng Bahas Utang Rp 344 Miliar
Sayangnya pada saat itu, Kementerian Perdagangan mengalami keterlambatannya untuk menujuk verifikatornya sehingga adanya keterlambatan yang mengakibatkan verifikasinya berjalan cukup panjang melampaui waktunya.
Alih-alih ingin membayar, Kemendag malah mencabut Permendag Nomor 3 Tahun 2022 tersebut dan diganti dengan Permendag Nomor 6 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Sawit.
"Permendag lama dicabut diganti dengan Permendag baru yang artinya Permendag lama itu sudah menyatakan (utang) tidak berlaku. Jadi kami melihat bahwa di sini pelaku usaha itu mengalami kerugian dan kerugian operasional mereka karena waktu yang cukup panjang itu," jelas Chandra.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "KPPU Beberkan Duduk Perkara Utang Minyak Goreng Kemendag ke Aprindo Senilai Rp 334 Miliar"
Penulis : Elsa Catriana
Editor : Erlangga Djumena
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News