Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Prospek ekspor produk kehutanan ke Uni Eropa cukup besar yakni US$ 152 miliar per tahun tetapi realisasi ekspor produk kehutanan Indonesia ke Uni Eropa plus UK baru mencapai sekitar US$ 1 miliar. Adapun hal ini dipicu karena sejumlah hal sehingga pasar EU belum digarap maksimal.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Purwadi Soeprihanto menjelaskan komoditas utama andalan ekspor hasil hutan ke Uni Eropa adalah furniture, panel dan kertas. Adapun Uni Eropa merupakan zona di mana preferensi konsumen tentang standar produk ramah lingkungan dan tuntutan desain produk yang tinggi.
Purwadi memaparkan meskipun Indonesia dan Uni Eropa sudah ada kesepakatan Rencana Tindak Penegakan Hukum, Tata Kelola dan Perdagangan Sektor Kehutanan (FLEGT) Voluntary Partenrship Agreement (VPA) dengan Sistem Verifikasi dan Legalitas Kayu (SVLK) sebagai jaminannya, Indonesia sampai dengan saat ini harus bersaing dengan sertifikat produk hutan lestari secara voluntary seperti Forest Stewardship Council (FSC).
Baca Juga: Ini penyebab ekspor produk kehutanan Indonesia ke Uni Eropa kurang maksimal
Sebenarnya, standar SVLK tidak jauh berbeda dengan standar voluntary seperti FSC. Hanya saja, standar FSC sudah jauh terlebih dahulu ada dan diterima masyarakat Eropa. Oleh karena itu, promosi untuk mendorong keberterimaan SVLK secara luas perlu terus dilakukan.
Adapun untuk memenuhi preferensi masyarakat EU, Purwadi bilang saat ini sedang diupayakan untuk dikembangkan audit bersama (join audit) antara skema sertifikasi SVLK dan FSC untuk mendorong keberterimaan pemasaran produk kayu olahan di pasar Uni Eropa. "Di sisi lain, terutama untuk furniture, produk Indonesia dinilai kurang kompetitif dari sisi inovasi desain," jelasnya kepada Kontan.co.id, Senin (20/7).
Dihubungi terpisah, emiten produsen kayu lapis, PT SLJ Global Tbk (SULI) mengakui ada sejumlah kendala yang membuat ekspor SULI ke Uni Eropa tidak semoncer ke negara tujuan ekspor lainnya.
Wakil Presiden Direktur SULI David menjelaskan volume penjualan produk SULI ke Uni Eropa kecil. "Hal ini disebabkan produk SLJ Global kurang kompetitif karena biaya angkutan cukup tinggi karena jaraknya yang jauh," jelasnya kepada Kontan.co.id, Rabu (22/7).
Untuk mensiasati biaya angkut yang mahal, SULI memasok produk khusus ke Uni Eropa yang harga relatif tinggi sehingga bisa mengkaver tingginya biaya angkutan. "Produk khusus bernilai tinggi yakni mis marine plywood," kata David.
Baca Juga: Kinerja menurun, KLHK dorong peningkatan ekspor kehutanan