kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini penyebab ekspor produk kehutanan Indonesia ke Uni Eropa kurang maksimal


Rabu, 22 Juli 2020 / 14:06 WIB
Ini penyebab ekspor produk kehutanan Indonesia ke Uni Eropa kurang maksimal
ILUSTRASI. Pabrik furnitur


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) menilai, ekspor produk kehutanan Indonesia ke Uni Eropa perlu digali lebih dalam karena hingga saat ini belum digarap maksimal. 

Hal ini tercermin dari potensi pasar ke Eropa senilai US$ 152 miliar per tahun, sedangkan ekspor produk kehutanan Indonesia ke Uni Eropa plus Inggris (UK) baru sekitar US$ 1 miliar. 

Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Purwadi Soeprihanto menjelaskan, komoditas utama andalan ekspor hasil hutan ke Uni Eropa  adalah furnitur, panel dan kertas. Adapun Uni Eropa merupakan zona di mana preferensi konsumen tentang standar produk ramah lingkungan dan tuntutan desain produk yang tinggi. 

Baca Juga: Kinerja menurun, KLHK dorong peningkatan ekspor kehutanan

Dia menambahkan, meskipun Indonesia dan Uni Eropa sudah ada kesepakatan Rencana Tindak Penegakan Hukum, Tata Kelola dan Perdagangan Sektor Kehutanan (FLEGT) Voluntary Partenrship Agreement (VPA) dengan Sistem Verifikasi dan Legalitas Kayu (SVLK) sebagai jaminannya, Indonesia sampai dengan saat ini harus bersaing dengan sertifikat produk hutan lestari secara voluntary seperti Forest Stewardship Council (FSC).

Sebenarnya, standar SVLK tidak jauh berbeda dengan standar voluntary seperti FSC. Hanya saja, standar FSC sudah jauh terlebih dahulu ada dan diterima masyarakat Eropa. Oleh karena itu, promosi untuk mendorong keberterimaan SVLK secara luas perlu terus dilakukan. 

Adapun untuk memenuhi preferensi masyarakat EU, Purwadi bilang saat ini sedang  diupayakan untuk dikembangkan audit bersama ( join  audit) antara skema sertifikasi SVLK dan FSC untuk mendorong keberterimaan pemasaran produk kayu olahan di pasar Uni Eropa. 

"Di sisi lain, terutama untuk furniture, produk Indonesia dinilai kurang kompetitif dari sisi inovasi desain," jelasnya kepada Kontan.co.id, Senin (20/7). 

Baca Juga: Imbas pandemi covid-19, ekspor sektor kehutanan menurun

Selain mengembangkan audit bersama, APHI terus mengupayakan dialog intensif dengan buyer dari Uni Eropa yang difasilitasi KBRI. Upaya ini untuk memahami tuntutan desain produk yang kompetitif serta  mendorong penetrasi pasar dan mendorong perluasan SVLK di seluruh dunia.

Memasuki semester II 2020, Purwadi berharap ekspor hasil hutan yang trennya turun di semester I-2020 mulai rebound kembali di paruh kedua tahun ini. Beberapa produk utama seperti furnitur, panel, pulp , kertas dan woodworking di bulan Juni 2020 ada mengalami peningkatan meski tipis/ belum signifikan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×