kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Begini kata pelaku industri produk kehutanan soal prospek ekspor Uni Eropa


Rabu, 22 Juli 2020 / 16:13 WIB
Begini kata pelaku industri produk kehutanan soal prospek ekspor Uni Eropa
ILUSTRASI. PT Sumalindo Lestari Jaya


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Prospek ekspor produk kehutanan ke Uni Eropa cukup besar yakni US$ 152 miliar per tahun tetapi realisasi ekspor produk kehutanan Indonesia ke Uni Eropa plus UK baru mencapai sekitar US$ 1 miliar. Adapun hal ini dipicu karena sejumlah hal sehingga pasar EU belum digarap maksimal. 

Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Purwadi Soeprihanto menjelaskan komoditas utama andalan ekspor hasil hutan ke Uni Eropa  adalah furniture, panel dan kertas. Adapun Uni Eropa merupakan zona di mana preferensi konsumen tentang standar produk ramah lingkungan dan tuntutan desain produk yang tinggi. 

Purwadi memaparkan meskipun Indonesia dan Uni Eropa sudah ada kesepakatan Rencana Tindak Penegakan Hukum, Tata Kelola dan Perdagangan Sektor Kehutanan (FLEGT) Voluntary Partenrship Agreement (VPA) dengan Sistem Verifikasi dan Legalitas Kayu (SVLK) sebagai jaminannya, Indonesia sampai dengan saat ini harus bersaing dengan sertifikat produk hutan lestari secara voluntary seperti Forest Stewardship Council (FSC).

Baca Juga: Ini penyebab ekspor produk kehutanan Indonesia ke Uni Eropa kurang maksimal

Sebenarnya, standar SVLK tidak jauh berbeda dengan standar voluntary seperti FSC. Hanya saja, standar FSC sudah jauh terlebih dahulu ada dan diterima masyarakat Eropa. Oleh karena itu, promosi untuk mendorong keberterimaan SVLK secara luas perlu terus dilakukan. 

Adapun untuk memenuhi preferensi masyarakat EU, Purwadi bilang saat ini sedang  diupayakan untuk dikembangkan audit bersama (join  audit) antara skema sertifikasi SVLK dan FSC untuk mendorong keberterimaan pemasaran produk kayu olahan di pasar Uni Eropa. "Di sisi lain, terutama untuk furniture, produk Indonesia dinilai kurang kompetitif dari sisi inovasi desain," jelasnya kepada Kontan.co.id, Senin (20/7). 

Dihubungi terpisah, emiten produsen kayu lapis, PT SLJ Global Tbk (SULI) mengakui ada sejumlah kendala yang membuat ekspor SULI ke Uni Eropa tidak semoncer ke negara tujuan ekspor lainnya. 

Wakil Presiden Direktur SULI David menjelaskan volume penjualan produk SULI ke Uni Eropa kecil.  "Hal ini disebabkan produk SLJ Global kurang kompetitif karena biaya angkutan cukup tinggi karena jaraknya yang jauh," jelasnya kepada Kontan.co.id, Rabu (22/7). 

Untuk mensiasati biaya angkut yang mahal, SULI memasok produk khusus ke Uni Eropa yang harga relatif tinggi sehingga bisa mengkaver tingginya biaya angkutan. "Produk khusus bernilai tinggi yakni mis marine plywood," kata David. 

Baca Juga: Kinerja menurun, KLHK dorong peningkatan ekspor kehutanan

Atas dasar biaya angkut yang tinggi dan permintaan produk menguntungkan SULI dari EU terbatas, produsen kayu lapis ini lebih memilih untuk memperdalam pasar lainnya seperti India. 

Adapun bagi PT Darmi Bersaudara Tbk (KAYU) pasar Uni Eropa dinilai kurang menarik. Direktur Darmi Bersaudara, Lie Kurniawan menyatakan saat ini KAYU tidak ekspor ke Eropa sebab spek produk berbeda dan perlu modal kerja yang lebih besar. "Sehingga bagi kami belum menarik," kata Lie. 

Oleh karenanya KAYU lebih fokus untuk meningkatkan penjualan ke negara ekspor eksisting saat ini khususnya ke India. 

PT Chitose International Tbk (CINT) menilai untuk menjajal pasar EU perlu usaha yang cukup besar sementara pasar domestik dan Asia masih tinggi pangsa pasarnya untuk digarap. 

Sekretaris Perusahaan CINT, Helina Widayani menjelaskan perusahaan pernah ekspor ke Jerman tahun 1999-2009, kemudian berlanjut lagi di tahun 2018. Setelah itu CINT belum lagi meneruskan ekspornya ke UE karena pelanggan dari sana tidak membeli lagi. 

Baca Juga: Imbas pandemi covid-19, ekspor sektor kehutanan menurun

"Dari sisi produk, jika jelas ada order dan kontinuitasnya, Chitose perlu memodifikasi produk sesuai dengan permintaan pasar Eropa. Adapun modifikasi dimensi produk  sesuai postur tubuh orang Eropa yang mayoritas  tinggi besar," papar Helina. 

Sedangkan eksisting produk Chitose mengikuti standard Asia atau Jepang. 

Berbeda dengan PT Integra Indocabinet Tbk (WOOD) yang akan meningkatkan penjualan ekspor ke Eropa jika kondisi ekspor kembali normal. Corporate Secretary and Head of Investor Relations WOOD, Wendy Chandra menyatakan tentu perusahaan akan terus memperluas pangsa pasar di pasar Eropa dan Asia.  "Sebab kami sudah mengantongi sertifikat  SVLK dan FSC dari segi bahan baku," kata Wendy. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×