kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,75   -27,98   -3.02%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Begini langkah penyelamatan Tuban Petrochemical Industries


Kamis, 12 September 2019 / 18:54 WIB
Begini langkah penyelamatan Tuban Petrochemical Industries
ILUSTRASI. Trans Pacific Petrochemical Indotama


Reporter: Eldo Christoffel Rafael | Editor: Azis Husaini

Penyelesaian utang melalui konversi dimaksudkan untuk menuntaskan kendala-kendala yang menghambat TubanPetro, terutama dari sisi struktur permodalan dan keuangan. Kebijakan konversi yang diambil dilakukan dengan transparan dan akuntabel. Langkah ini bertujuan untuk menyelamatkan piutang serta optimalisasi aset negara.

"Tahun ini kita harapkan masalah utang piutang selesai. Di tahun depan kita akan ajak Pertamina agar bisa masuk dalam TubanPetro group," kata Isa, Kamis (12/9).

Baca Juga: Pengembangan petrokimia TubanPetro diyakini mampu menahan defisit neraca dagang

Direktur Utama PT Tuban Petrochemical Industries, Sukriyanto menambahkan, sebagai kompensasi dari pelunasan utang sebesar Rp 3,3 triliun, pemerintah akan menguasai 95,9 persen saham di TubanPetro. Sehingga, pemerintah menjadi super majority. Rencana kepemilikan saham tersebut, sudah disetujui oleh kementerian terkait.

"Jadi saat ini semua menteri dan ketua lembaga terkait sudah paraf, bukti kebijakan konversi ini didukung lintas kementerian,” ujar Sukriyanto.

Pasca konversi tuntas, masih tersisa utang Rp 800 miliar yang akan diangsur selama kurun waktu 10 tahun. Angsuran itu akan dilakukan sembari TubanPetro mengembangkan grup untuk mendukung industri petrokimia nasional. Sehingga, jika beroperasi maksimal, dalam jangka panjang, akan membantu neraca perdagangan.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiyono mengatakan penambahan saham pemerintah dari 70% menjadi 95,9% di Tuban Petro semakin cepat selesai maka lebih baik. Kata dia, industri petrokimia merupakan tulang punggung kemajuan ekonomi negara, setelah industri logam dan industri pangan.

Baca Juga: Pemerintah masih bahas skema Tuban Petro di bawah kendali PT Pertamina

Urgensi pengembangan industri petrokimia, juga mendesak karena Indonesia pernah menjadi yang terbesar di ASEAN di periode tahun 1985-1998 dari sisi kapasitas produksi.

Namun, kondisi tersebut, saat ini terbalik dimana Indonesia menjadi negara tujuan impor dari negara ASEAN dikarenakan tidak ada lagi investasi baru di sektor petrokimia. “Untuk itu, negara harus hadir dalam penguatan struktur industri petrokimia agar bisa kembali menjadi yang terbesar di ASEAN,” tegas Fajar.

Melalui penambahan kepemilikan saham pemerintah di TubanPetro, maka kilang TPPI bisa dioperasikan dengan optimal sehingga bisa memberikan keuntungan yang lebih baik.

Saat ini, industri manufaktur dalam negeri membutuhkan lebih dari 2 juta ton bahan baku kimia aromatik. Selama ini Indonesia masih mengimpor bahan baku kimia aromatik karena tidak tersedia di dalam negeri. Kalau kilang TPPI produksi aromatik, bisa subtitusi impor senilai US$2 miliar per tahun. “Jadi, optimalisasi TubanPetro ini sangat ditunggu karena pada akhirnya akan menyehatkan kondisi devisa negara,” jelasnya.

Baca Juga: Pemerintah Akan Mempercepat Restrukturisasi Utang Tuban Petro

Sebagai catatan, langkah penyelesaian utang MYB dilakukan sehubungan dengan restrukturisasi utang perusahaan, di mana pada 27 Februari 2004, TubanPetro menerbitkan obligasi kepada Kemenkeu berupa MYB dengan nilai pokok Rp 3,3 triliun. Tuban Petro kemudian dinyatakan gagal bayar (default) pada 27 September 2012. MYB ini yang kemudian akan diselesaikan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×