kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,73   11,38   1.24%
  • EMAS1.310.000 -1,13%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Begini plus dan minus kewajiban hilirisasi batubara menurut IMEF


Minggu, 13 September 2020 / 16:20 WIB
Begini plus dan minus kewajiban hilirisasi batubara menurut IMEF
ILUSTRASI. Aktivitas bongkar muat batubara di Pelabuhan PT Karya Citra Nusantara (KCN), Marunda, Jakarta. KONTAN/Fransiskus Simbolon


Reporter: Filemon Agung | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peraturan Pemerintah (PP) sebagai aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 alias UU Mineral dan Batubara (Minerba) bakal mewajibkan peningkatan nilai tambah atau hilirisasi batubara di dalam negeri.

Indonesian Mining and Energy Forum (IMEF) menilai kebijakan tersebut merupakan langkah yang tepat, meski masih banyak yang harus dipertimbangkan. Ketua IMEF Singgih Widagdo mengatakan, Peningkatan Nilai Tambah (PNT) bisa mendorong pengelolaan dan pemanfaatan batubara di dalam negeri dari sekadar revenue driver menjadi economic booster.

"Peran sebatas revenue driver menjadi sangat dominan saat ini dan itu telah berjalan lama, dengan rasio ekspor yang jauh dari kebutuhan di dalam negeri," sebut Singgih saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (13/9).

PNT batubara dinilai bisa mendongkrak kebutuhan batubara di dalam negeri. Dengan begitu porsi ekspor dan pemanfaatan domestik diharapkan bisa lebih proporsional minimal 50% dari produksi, dibandingkan posisi saat ini yang sebatas 25%. "Ini juga menjadi langkah yang tepat di saat kondisi ke depan potensi ekspor batubara juga mengalami penurunan," sambung Singgih.

Sebaliknya, pelaku industri batubara yang bergerak di tahap Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) semakin banyak. Dengan mengandalkan dua pasar ekspor utama yakni China dan India, maka selain diversifikasi pasar ekspor, memperbesar pasar dalam negeri dinilai sebagai langkah yang tepat.

Baca Juga: Begini tanggapan APBI terkait kewajiban perusahaan tingkatkan nilai tambah batubara

Kendati begitu, PNT batubara bukan tanpa catatan. Singgih menegaskan, kesiapan dari sisi teknologi, keekonomian dan serapan pasar dari produk hilirisasi harus diperhatikan. Kata dia, pemerintah pun tidak bisa memaksakan  PNT batubara jenis apa yang akan dikerjakan oleh perusahaan baik yang berbentuk IUP maupun IUPK perpanjangan dari PKP2B.

"Jadi semestinya untuk mengimplementasikan PNT, diserahkan lebih dulu oleh pelaku usaha dalam memetakan yang tepat. Ini sangat penting dan menjadi fair bagi penambang siapa pun," ujar Singgih.

Selain itu, harus ada juga kepastian regulasi. Sebab, bisnis PNT jenis tertentu bukan masuk di wilayah industri pertambangan, melainkan sudah masuk ke chemical industry yang kewenangannya lebih condong ke perindustrian. Hal ini penting agar kebijakan PNT tak sekadar wacana, namun bisa direalisasikan.

"Dengan alasan ini, PP terkait PNT harus dibuat dengan hati-hati, matang dan dapat diimplementasikan oleh industri. Bukan sekadar kebijakan yang ujungnya tidak mudah diimplementasikan sekaligus jauh dari perhitungan keekonomian," terangnya.

Singgih juga menyoroti bahwa kondisi pandemi covid-19 ini bukan lah momentum yang ideal untuk melakukan percepatan kebijakan PNT. Pasalnya, pandemi covid-19 memerlukan pertimbangan lebih dalam untuk memetakan kembali potensi serapan pasar. Saat ini pun tidak mudah untuk mendapatkan pendanaan proyek.

Menurut Singgih, serapan paling besar batubara ialah melalui Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Namun, saat ini kebutuhan kelistrikan anjlok akibat melambatnya aktivitas ekonomi di tengah pandemi.  Terlebih Singgih memproyeksikan kebutuhan batubara PNT dengan pertumbuhan produksi belum berimbang dalam beberapa waktu ke depan.

Dia memberikan gambaran, untuk proyek hilirisasi batubara dalam bentuk gasifikasi (Dimethyl Ether/DME) yang dilakukan PT Bukit Asam Tbk., Pupuk Indonesia, Pertamina dan Chandra Asri, serta proyek hilirisasi batubara menjadi methanol oleh Bumi Resources group, baru akan menyerap sekitar 13 juta ton batubara per tahun. Itu pun dengan investasi yang jumbo dengan total sekitar US$ 16,5 miliar.

 Baca Juga: Harga komoditas energi diprediksi terus tertekan hingga akhir 2020, ini sebabnya

Dibandingkan pertumbuhan produksi, imbuh Singgih, pertumbuhan serapan batubara di dalam negeri tidak sebanding dengan lonjakan produksi. "Mengingat hal itu, lebih baik pemerintah menyerahkan lebih dulu bagi pelaku usaha dalam memetakan PNT dan masuk akal dalam perhitungan keekonomian jika PNT diimplementasikan," pungkas Singgih.

Adapun, dalam draft Rancangan PP tentang pelaksanaan kegiatan usahan pertambangan minerba yang didapat Kontan.co.id, Pasal 115 beleid tersebut menyebutkan bahwa pemegang IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak/perjanjian untuk komoditas tambang batubara wajib melaksanakan kegiatan pengembangan dan/atau pemanfaatan batubara di dalam negeri.

Pasal 116 lebih lanjut menerangkan bahwa kegiatan pengembangan dan/atau pemanfaatan batubara berupa: (a) pengembangan batubara, meliputi: (1) pembuatan kokas (coking), (2) pencairan batubara (coal liquefaction), dan (3) gasifikasi batubara (coal gasification) termasuk undergorund coal gasification. Sedangkan, (b) pemanfaatan batubara melalui pembangunan sendiri PLTU baru di mulut tambang untuk kepentingan umum.

Namun, ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan pengembangan dan/atau pemanfaatan batubara, termasuk mengenai tata cara evaluasi dan pemberian persetujuan rencana, akan diatur dalam Peraturan Menteri.

Selanjutnya: Tekanan berlanjut, komoditas energi diramal baru bisa rebound di tahun depan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×