Reporter: Leni Wandira | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Terpilihnya kembali Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat membawa perhatian khusus bagi industri tekstil Indonesia, terutama terkait kebijakan perdagangan proteksionis yang dikenal menjadi salah satu fokus utama Trump.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta, menyatakan bahwa asosiasi tengah memantau kemungkinan adanya perubahan tarif atau hambatan perdagangan baru yang mungkin akan diterapkan AS demi melindungi industri domestiknya.
Menurut Redma, kebijakan proteksionis Trump dapat berdampak langsung maupun tidak langsung bagi industri tekstil Indonesia. Salah satu potensi tantangan adalah penerapan trade remedies atau perlindungan dagang seperti anti-dumping dan safeguard sesuai aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
"Indonesia sering dijadikan tempat transhipment bagi barang-barang Tiongkok menuju AS. Bila Dinas Perdagangan menerbitkan Sertifikat Keterangan Asal (SKA) sembarangan—seperti yang terjadi pada kasus benang filamen—ada risiko bahwa produk kita juga bisa terkena kebijakan anti-dumping atau safeguard,” ujar Redma kepada Kontan, Kamis (7/11).
Baca Juga: Pemerintah Harus Serius Melindungi Pasar Domestik
Namun demikian, APSyFI juga melihat adanya peluang yang dapat dimanfaatkan oleh industri tekstil Indonesia. Kebijakan proteksionis Trump yang ketat terhadap barang-barang dari Tiongkok, di satu sisi, berpotensi meningkatkan daya beli masyarakat AS karena fokusnya pada produk lokal.
"Dengan adanya peningkatan daya beli ini, kita memiliki peluang untuk memperbesar ekspor tekstil ke pasar AS," lanjut Redma.
Meskipun begitu, Redma menekankan pentingnya meningkatkan daya saing industri tekstil Indonesia. "Persaingan di pasar AS tetap tinggi. Negara-negara lain pun mengincar peluang ini, jadi kita harus fokus pada efisiensi biaya dan daya saing, terutama terkait struktur biaya seperti energi, gas, tenaga kerja, dan logistik," jelasnya. Menurutnya, upaya perbaikan dalam aspek-aspek tersebut menjadi kunci bagi Indonesia agar produk tekstilnya dapat bersaing secara efektif di pasar AS.
Selain itu, APSyFI juga mewaspadai kemungkinan banjirnya produk Tiongkok di pasar domestik Indonesia akibat hambatan perdagangan AS. "Barang-barang Tiongkok yang disumbat di AS bisa masuk ke Indonesia dengan volume lebih besar. Ini tentu tantangan tambahan bagi pelaku industri dalam negeri," ujar Redma.
Secara keseluruhan, APSyFI menyarankan langkah adaptasi yang fokus pada peningkatan efisiensi operasional dan struktur biaya, serta kepatuhan terhadap regulasi internasional, guna menghadapi era baru kebijakan perdagangan yang mungkin diwarnai oleh kebijakan proteksionis yang lebih ketat di bawah kepemimpinan Trump.
Baca Juga: Pelaku Usaha Menanti Pengamanan Bea Masuk untuk Bendung Banjir Produk Impor
Selanjutnya: Laba ANJT Terselamatkan Kenaikan Harga Sawit, Begini Prospek di Akhir 2024
Menarik Dibaca: Hal Penting yang Perlu Anda Perhatikan dalam Menjaga Kesehatan Payudara
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News