Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) resmi menggabungkan 13 perusahaan di bawah holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero) menjadi PalmCo dan SupportingCo pada Jumat (1/12).
Adapun, sub holding PalmCo dibentuk melalui penggabungan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) V, VI dan XIII ke dalam PTPN IV sebagai surviving entity dan pemisahan tidak murni PTPN III (Persero) ke dalam PTPN IV.
Sedangkan sub holding SupportingCo dibentuk melalui penggabungan PTPN II, VII, VIII, IX, X, XI, XII, dan XIV ke dalam PTPN I.
Baca Juga: Pasca Merger Palmco dan Supporting Co Berambisi Merajai Bisnis Sawit Dunia
Salah satu tujuan penggabungan ini adalah untuk efisiensi dan peningkatan berbagai indikator keuangan serta operasional Perseroan.
PalmCo diharapkan menjadi perusahaan sawit terbesar di dunia dari sisi luas lahan, yaitu mencapai lebih dari 600 ribu hektare pada 2026, dan akan menjadi pemain utama industri sawit dunia.
Sedangkan SupportingCo akan menjadi perusahaan pengelola aset perkebunan unggul. Mencakup kegiatan pemanfaatan aset perkebunan melalui optimalisasi dan divestasi aset, pengelolaan tanaman perkebunan, diversifikasi usaha lainnya, serta green business yang mampu memberikan nilai tambah bagi perusahaan.
Melihat aksi korporasi ini, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) atau Indonesian Palm Oil Association (IPOA) menyatakan mendukung apa yang dilakukan oleh BUMN.
Ketua Umum GAPKI Eddy Martono mengatakan dengan penggabungan ini sebenarnya tidak akan berpengaruh besar pada persaingan di industri sawit di bawah naungan BUMN atau swasta.
“Bagus (penggabungan) dan tidak ada persaingan karena semua sudah ada pasar masing-masing,” ungkapnya saat dihubungi Kontan, Senin (04/12).
Terkait pasar, Eddy menambahkan penggabungan ini juga tidak akan menekan industri sawit swasta, justru sektor swasta juga lah yang menjadi salah satu pasar dari PalmCo
Baca Juga: PTPN III (Persero) Tegaskan Pembentukan Sub Holding SugarCo, PlamCo dan SupportingCo
“Tidak akan menekan industri sawit swasta, karena swasta juga menjadi salah satu pasar Palm Co,” tambahnya.
Eddy menambahkan, tantangan industri sawit dalam negeri di tahun 2024 masih sama seperti tahun 2023. Yaitu efek jangka panjang El Nino terhadap penurunan produksi Tandan Buah Segar (TBS) hingga tingkat permintaan minyak yang dipengaruhi oleh perang.
“Memungkinkan di 2024 masih seperti di 2023 ya. Dari kondisi perang yang belum tahu kapan selesainya juga akan berpengaruh terhadap permintaan minyak nabati dunia termasuk minyak sawit,” tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News