Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Sandy Baskoro
Budi juga berpandangan bahwa UU Minerba baru ini belum bisa menjawab hambatan dan kesulitan untuk meningkatkan eksplorasi, hilirisasi dan menjaga iklim investasi tambang minerba.
"Kami dengan beberapa kolega akan melakukan judicial review dan sedang menyiapkan materi dan dokumen pendukungnya. Banyak cacat prosedur yang dilakukan dan tidak hanya cacat substansi," sebut Budi.
Baca Juga: Tok! DPR sahkan revisi UU Minerba
Penolakan juga datang dari koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam gerakan #BersihkanIndonesia. Manajer Advokasi dan Program Pengembangan Publish What You Pay (PWYP) Aryanto Nugroho menyoroti proses persidangan dalam Komisi VII yang dinilai tertutup, termasuk dalam proses pembahasan revisi UU Minerba yang minim pelibatan publik.
Secara substansi, Aryanto menyebutkan luas wilayah pertambangan dan jaminan perpanjangan izin operasi pertambangan, juga sentralisasi kewenangan perizinan yang diambil pemerintah pusat.
"Perizinan yang dulu di provinsi sekarang dicabut dan diserahkan ke pemerintah pusat. Ini akan menjadi polemik. Kita ketahui dari tahun 2014 ke 2016 saja transisi dari kabupaten ke provinsi belum selesai, sekarang harus transisi lagi," ungkap dia.
Sementara itu, Arip Yogiawan dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai, penyusunan dan pengesahan revisi UU Minerba merupakan proses legislasi terburuk dalam lima tahun terakhir. Dia pun menyerukan partisipasi elemen masyarakat dalam advokasi untuk menggugat revisi UU Minerba, baik secara proses hukum maupun politik.
"Judicial review harus lebih bermakna, dengan melakukan konsolidasi rakyat. Kita harus menjadi antitesis dari DPR yang tidak partisipatif. Ini proses terburuk dalam pembuatan produk legislasi," ungkap dia.
Baca Juga: Pengesahan revisi UU Minerba jadi katalis positif di tengah penurunan harga batubara
Dalam laporan hasil pembahasan tentang perubahan UU Minerba, Ketua Komisi VII DPR Sugeng Suparwoto mengungkapkan, revisi UU MInerba telah memulai proses penyusunan sejak tahun 2015 silam.
Di sela-sela proses pembahasan, Panitia Kerja (Panja) RUU Minerba Komisi VII DPR RI telah menerima masukan dan pandangan dari Tim Peneliti Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan telah menggelar rapat dengan Komisi II DPR.
Ketua Panja RUU Minerba Bambang Wuryanto mengatakan, jika ada pihak yang tidak sepakat dengan hasil revisi ini, DPR mempersilahkan untuk mengajukan gugatan judicial review.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News