kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Begitu diundangkan, UU Minerba bakal langsung digugat ke MK


Kamis, 14 Mei 2020 / 05:22 WIB
Begitu diundangkan, UU Minerba bakal langsung digugat ke MK
ILUSTRASI. Menteri ESDM Arifin Tasrif menyampaikan pendapat akhir pemerintah dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (11/5/2020). Pemerintah bersama Komisi VII DPR sepakat mengesahkan Revisi Undang-Undang Mineral dan Bat


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Sandy Baskoro

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rezim hukum pengelolaan pertambangan mineral dan batubara (minerba) di Indonesia memasuki babak baru. Hal itu setelah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan perubahan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba dalam rapat paripurna pada Selasa (12/5) lalu.

Meski demikian, beleid hasil koreksi yang telah dibahas cukup lama dan menuai pro dan kontra itu masih membuka celah gugatan baru. Pasalnya, beleid ini dinilai bermasalah baik secara proses pembahasan maupun substansi. Sejumlah pihak siap melayangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Baca Juga: Karpet merah BUMN di bisnis pertambangan mineral dan batubara

Pengamat Hukum Energi dan Pertambangan Universitas Tarumanagara Ahmad Redi mengatakan, pengesahan revisi UU Minerba cacat baik dari sisi formalitas maupun substansi. Sebab, hal itu tidak memenuhi kriteria carry over atau pembahasan yang dapat dilanjutkan dari DPR periode 2014-2019 ke 2019-2024. Dalam proses revisi, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) juga dinilai tidak dilibatkan sejak awal pembahasan.

Secara substansi, Redi menyebutkan sejumlah aturan yang bermasalah. Antara lain soal jaminan perpanjangan izin, khususnya untuk KK dan PKP2B dan perubahan statusnya menjadi IUPK.

Selain itu, terkait perizinan usaha minerba yang dinilai sentralistik, serta soal pengolahan dan pemurnian. Redi pun menilai revisi UU Minerba tidak menempatkan prioritas kepada BUMN dan BUMD dalam pengusahaan KK dan PKP2B.

"Sudah ada beberapa tokoh yang siap mengajukan diri sebagai pemohon uji materiil UU Minerba ke MK. Begitu sudah ditandatangani presiden dan diundangkan oleh Menkumham, gugatan langsung kami daftarkan ke MK," ungkap Redi kepada KONTAN, Rabu (13/5).

Baca Juga: Ini poin-poin penting dalam UU Minerba yang baru disahkan

Direktur Centre for Indonesian Resources Strategic Studies (Ciruss) Budi Santoso menganggap UU Minerba ini tidak meniupkan angin segar untuk tata kelola pertambangan di Indonesia, kecuali bagi para pemegang KK dan PKP2B perpanjangan.

Budi menyoroti adanya jaminan perpanjangan izin dan soal luas wilayah. Dia mempersoalkan penggantian klausul "dapat diperpanjang" dalam UU No. 4/2009 yang diubah menjadi "dijamin".

Budi juga berpandangan bahwa UU Minerba baru ini belum bisa menjawab hambatan dan kesulitan untuk meningkatkan eksplorasi, hilirisasi dan menjaga iklim investasi tambang minerba.

"Kami dengan beberapa kolega akan melakukan judicial review dan sedang menyiapkan materi dan dokumen pendukungnya. Banyak cacat prosedur yang dilakukan dan tidak hanya cacat substansi," sebut Budi.

Baca Juga: Tok! DPR sahkan revisi UU Minerba

Penolakan juga datang dari koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam gerakan #BersihkanIndonesia. Manajer Advokasi dan Program Pengembangan Publish What You Pay (PWYP) Aryanto Nugroho menyoroti proses persidangan dalam Komisi VII yang dinilai tertutup, termasuk dalam proses pembahasan revisi UU Minerba yang minim pelibatan publik.

Secara substansi, Aryanto menyebutkan luas wilayah pertambangan dan jaminan perpanjangan izin operasi pertambangan, juga sentralisasi kewenangan perizinan yang diambil pemerintah pusat.

"Perizinan yang dulu di provinsi sekarang dicabut dan diserahkan ke pemerintah pusat. Ini akan menjadi polemik. Kita ketahui dari tahun 2014 ke 2016 saja transisi dari kabupaten ke provinsi belum selesai, sekarang harus transisi lagi," ungkap dia.

Sementara itu, Arip Yogiawan dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai, penyusunan dan pengesahan revisi UU Minerba merupakan proses legislasi terburuk dalam lima tahun terakhir. Dia pun menyerukan partisipasi elemen masyarakat dalam advokasi untuk menggugat revisi UU Minerba, baik secara proses hukum maupun politik.

"Judicial review harus lebih bermakna, dengan melakukan konsolidasi rakyat. Kita harus menjadi antitesis dari DPR yang tidak partisipatif. Ini proses terburuk dalam pembuatan produk legislasi," ungkap dia.

Baca Juga: Pengesahan revisi UU Minerba jadi katalis positif di tengah penurunan harga batubara

Dalam laporan hasil pembahasan tentang perubahan UU Minerba, Ketua Komisi VII DPR Sugeng Suparwoto mengungkapkan, revisi UU MInerba telah memulai proses penyusunan sejak tahun 2015 silam.

Di sela-sela proses pembahasan, Panitia Kerja (Panja) RUU Minerba Komisi VII DPR RI telah menerima masukan dan pandangan dari Tim Peneliti Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan telah menggelar rapat dengan Komisi II DPR.

Ketua Panja RUU Minerba Bambang Wuryanto mengatakan, jika ada pihak yang tidak sepakat dengan hasil revisi ini, DPR mempersilahkan untuk mengajukan gugatan judicial review.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×