Reporter: Kenia Intan | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Impor tekstil dan produk tekstil (TPT) membanjiri pasar dalam negeri. Oleh karena itu, produsen TPT sepakat mengajukan safeguard kepada pemerintah. Akan tetapi, besaran safeguard yang diusulkan masih belum menemukan titik kesepakatan.
Ikatan Ahli Tekstil Seluruh Indonesia (IKATSI) menilai besaran safeguard yang diusulkan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) terlalu kecil. Adapun API mengusulkan besaran safeguard sekitar 2,5% hingga 30%.
"Menurut pandangan IKATSI besaran angka tersebut tidak akan efektif untuk membendung impor tekstil dari luar," ungkap Ketua Umum IKATSI Suharno Rusdi kepada Kontan.co.id, Jumat (15/9).
Baca Juga: Kalah dengan produk impor, sembilan perusahaan tekstil lokal gulung tikar
Rusdi menjelaskan, perbedaan kain lokal dengan kain impor di tingkat konsumen rata-rata hanya 15% sampai 20%. Di tingkat pengecer selisihnya sekitar 30% hingga 40%. Sementara itu, harga asli di gudang importir selisihnya paling besar, bisa mencapai 60% lebih murah dibandingkan pasar lokal. Di sana IKATSI melihat adanya praktik dumping, under invoice hingga under declare volume.
Adapun usulan besaran safeguard yang diajukan IKATSI adalah 60% untuk benang, di atas 80% untuk kain, dan di atas 100% untuk garmen.
Dalam keterangannya, IKATSI juga menawarkan alternatif usulan berupa menggunakan besaran nilai per satuan volume, misalnya US$ 5 per kilogram untuk kain. Menurut IKATSI, ini akan lebih adil bagi produk-produk spesial yang harga per kilogramnya bisa mencapai US$ 15 hingga US$ 20. Akan tetapi, untuk produk yang dilakukan under invoice, importir harus tetap membayar US$ 5 per kilogram.
“Ini kelompok importir pedagang masih terus kasak-kusuk agar safeguard yang dikenakan sekecil mungkin sehingga mereka masih bisa terus impor,” imbuh Suharno. Dia menyayangkan jika nanti diberlakukan safeguard akan tetapi tidak bisa membendung impor TPT.
Sementara itu, dihubungi secara terpisah Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat Usman bilang, penentuan besaran safeguard oleh API sudah mempertimbangkan perhitungan kewajaran daripada suatu produk barang.
"Perlindungan yang berlebih tentu balasannya atau resiprokalnya lebih tinggi lagi dan kami tidak menghendaki itu," kata Ade kepada Kontan.co.id, Jumat (13/9). Dia menambahkan, perlindungan yang berlebih justru tidak akan mengembangkan industri TPT.
Baca Juga: Produsen Tekstil Mengajukan Safeguard untuk Menghalau Serbuan Impor
API mengharapkan hubungan bilateral perdagangan yang tetap harmonis. Di sisi lain, barang impor yang masuk tidak semudah dan semurah yang terjadi sebelumnya. Dengan demikian, harga produk impor TPT yang masuk ke dalam negeri kurang berdaya saing.
"Kami ingin industri ini merevitalisasi mengganti dengan mesin-mesin baru, sehingga pada saat safeguard ini berakhir industri ini siap bersaing secara normal," tutupnya.
Asal tahu saja, pada kesempatan sebelumnya para stakeholder pertekstilan nasional menjamin sektor ini sehat kembali dengan menyetujui pengadaan safeguard. Hal ini didorong dengan kondisi impor dalam negeri yang mengkhawatirkan. Tercatat, sudah ada sembilan perusahaan tekstil yang terpaksa gulung tikar akibat hasil produksinya kalah bersaing dengan produk impor di pasar dalam negeri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News