kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.924.000   -8.000   -0,41%
  • USD/IDR 16.245   -72,00   -0,44%
  • IDX 6.845   12,83   0,19%
  • KOMPAS100 990   1,44   0,15%
  • LQ45 761   0,34   0,05%
  • ISSI 223   0,54   0,24%
  • IDX30 392   -0,09   -0,02%
  • IDXHIDIV20 456   0,23   0,05%
  • IDX80 111   0,20   0,18%
  • IDXV30 112   -0,10   -0,09%
  • IDXQ30 127   0,17   0,13%

BHP Billiton teken perjanjian jual beli saham IMC


Rabu, 08 Juni 2016 / 11:37 WIB
BHP Billiton teken perjanjian jual beli saham IMC


Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Rencana BHP Billiton untuk melakukan divestasi saham ternyata bukan isapan jempol. Meski belum lapor resmi ke pemerintah, perusahaan batubara asal Australia tersebut terkonfirmasi menjual kepemilikan 75% saham di PT IndoMet Coal (IMC). 

BHP telah resmi menandatangani perjanjian jual beli saham (Share Sales Agreement / SSA) dengan mitra ekuitasnya PT Alam Tri Abadi, anak usaha PT Adaro Energy pada Jumat siang (3/6) pekan lalu. Total transaksi jual beli saham tersebut senilai US$ 120 juta atau sekitar Rp 1,56 triliun.

Adaro resmi melaporkan transaksi material tersebut kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Selasa (7/6) siang. 

Adaro mengakuisisi saham BHP di IMC yang saat ini tujuh Kontrak Karya Batubara yang berlokasi di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur melalui PT Maruwai Coal, PT Juloi Coal, PT Kalimantan Coal, PT Sumber Barito Coal, PT Lahai Coal, PT Ratah Coal, dan PT Pari Coal. 

Tambang Haju, yang terletak dalam kontrak karya PT Lahai Coal, memiliki kapasitas produksi satu juta ton batubara per tahun dan telah di produksi sejak 2015. 

“Transaksi akan berlaku efektif setelah dipenuhinya persyaratan SSA, termasuk persetujuan yang diperlukan dari pemerintah,” demikian mengutip keterangan resmi Adaro kepada otoritas bursa, Selasa (7/6).

Dengan demikian, Adaro kini menjadi pengendali penuh PT IMC. Sebelumnya, Adaro memegang 25% saham IMC pada 2010 melalui akuisisi senilai US$ 335 juta. 

Bila digabung dengan transaksi pada 2010, nilai saham BHP sebesar US$ 455 juta atau sekitar Rp 5,9 triliun. 

Padahal, selama 20 tahun investasi BHP hanya US$ 100 juta atau sekitar Rp 1,3 triliun. Walhasil, meski belum memberikan kontribusi pendapatan terhadap Pemerintah Indonesia melalui royalti dan pajak, BHP sudah mengantongi untung besar senilai US$ 355 juta atau sekitar Rp 4,6 triliun.

Dari keterangan resminya melalui keterangan tertulis pada Selasa (7/6), BHP menyatakan, setelah ditinjau secara rinci oleh IndoMet Coal, perusahaan menyimpulkan bahwa meskipun Proyek IMC saat ini berpotensi mendukung pengembangan skala yang lebih besar, BHP Billiton memiliki berbagai pilihan dalam mengembangkan portofolio yang lebih menarik untuk investasi masa depan. 

Presiden Direktur BHP Billiton Indonesia Imelda Adhisaputra mengonfirmasi telah dilakukan penandatanganan jual beli saham BHP dengan Adaro tanpa melibatkan Pemda Murung Raya. 

“Benar, penandatanganan SPA memang dilakukan akhir pekan lalu. Kami sudah melaporkan kepada Pemerintah secara lisan mengenai aksi korporasi ini dan surat resmi terkait aksi korporasi ini akan kami sampaikan kepada Pemerintah dalam waktu dekat. Sesuai dengan regulasi, finalisasi penjualan saham menunggu persetujuan Pemerintah RI,” kata Imelda kepada wartawan, Selasa (7/6).

Pemerintah RI jangan cepat beri persetujuan

Kini, kepastian penandatanganan SPA divestasi saham tersebut menjadi kabar buruk bagi Pemerintah Kabupaten Murung Raya. 

Padahal, Pemda Murung Raya telah menyatakan minat dan sudah ada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan menyiapkan sebagian anggaran dari APBD tahun 2016 yang sebesar Rp 1,3 triliun atau sekitar US$ 100 juta, untuk mengambil alih sebagian divestasi saham BHP di IMC.

Langkah BHP yang tidak melibatkan Pemda Murung Raya mendapat kritikan dari anggota DPR Komisi VII RI Dito Ganindito. 

Menurutnya, sudah sepantasnya dan seharusnya BHP Billiton melibatkan sekaligus melakukan penawaran kepada pemerintah pusat dan lokal.

Apabila Pemerintah Pusat tidak tertarik untuk membeli saham BHP, mestinya harus ditawarkan ke Pemda sebelum ditawarkan ke swasta nasional. “Seharusnya BHP menghormati dan mengikuti peraturan yang ada di Indonesia," kata Dito.

Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor: 23 Tahun 2010 Tentang Usaha Jasa Pertambangan Mineral Dan Batubara, Pasal 97 ayat (3) yang menyatakan dalam hal Pemerintah tidak bersedia membeli saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditawarkan kepada pemerintah daerah provinsi atau pemerintah daerah kabupaten/kota. 

Selain itu, UU Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Minerba turut mengamanatkan bahwa Pemda wajib terlibat dalam pengelolaan Tambang. Hal tersebut diatur dalam Bab III Pasal 4 Ayat (1) dan (2) serta Bab IV pasal 6 ayat (1) Huruf N.

“Belum lagi di tambang IMC miliki BHP baru saja terjadi insiden pencemaran lingkungan dengan dampak signifikan gara-gara jebolnya settling pond mereka,” lanjut Dito. 

Memang beberapa hari lalu dilaporkan dua settling pond di Tambang Haju milik BHP jebol, sehingga limbah cair dari pond itu membanjiri Sungai Beriwit, sungai utama yang menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat Kalimantan Tengah.

“Perusahaan ini tidak menghormati dan memahami aturan Indonesia. Selama 20 tahun investasi di Indonesia tanpa hasil dan kontribusi apa-apa lalu berniat hengkang, dan tidak memberikan kesempatan orang lokal untuk berkembang dan membeli saham perusahannya. Padahal jelas-jelas Pemda mampu," imbuh Dito.

Dito meminta agar Pemerintah segera turun tangan terkait urusan BHP Billiton. 

“Pemerintah harus melakukan penyelidikan dan meminta klarifikasi kepada BHP Billiton mengapa sudah 20 tahun pegang konsesi tapi nihil hasil. Pemerintah melalui Kementerian ESDM dan Dirjen Mineral dan Batubara jangan buru-buru memberikan persetujuan akuisisi saham BHP,” katanya. 

Alasannya, bila dibiarkan akan menjadi preseden buruk bagi Indonesia, membiarkan investor asing menginjak harga diri bangsa. 

"Mereka enak saja bisa bebas keluar masuk, meraup untung dan meninggalkan kita dengan tambang yang belum produktif dan lingkungan yang terpolusi," tutup Dito.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Owe-some! Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak

[X]
×