kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.901.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.541   37,00   0,22%
  • IDX 7.538   53,43   0,71%
  • KOMPAS100 1.059   10,21   0,97%
  • LQ45 797   6,35   0,80%
  • ISSI 256   2,43   0,96%
  • IDX30 412   3,30   0,81%
  • IDXHIDIV20 468   1,72   0,37%
  • IDX80 120   1,05   0,88%
  • IDXV30 122   -0,41   -0,34%
  • IDXQ30 131   0,79   0,61%

Biaya Logistik Tinggi Berpotensi Menghambat Daya Saing RI di Pasar Global


Jumat, 01 Agustus 2025 / 16:47 WIB
Biaya Logistik Tinggi Berpotensi Menghambat Daya Saing RI di Pasar Global
ILUSTRASI. ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah. ALFI Institute menyebut biaya logistik di Indonesia masih belum kompetitif, terutama jika dibandingkan dengan negara Vietnam dan Thailand.


Reporter: Leni Wandira | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meskipun rasio biaya logistik nasional terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) terus menunjukkan perbaikan signifikan dalam satu dekade terakhir, Indonesia dinilai masih tertinggal dibandingkan negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara. 

Hal ini disampaikan oleh ALFI Institute (Institut Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia), yang menyebut bahwa posisi Indonesia masih belum kompetitif, terutama jika dibandingkan dengan Vietnam, Malaysia, dan Singapura.

Ketua ALFI Institute, Yukki Nugrahawan Hanafi, menjelaskan bahwa pada 2014, rasio biaya logistik Indonesia sempat berada di kisaran 26% dari PDB. 

Meski angka tersebut berhasil ditekan hingga mencapai 14,3% pada 2024, beban logistik nasional masih menjadi tantangan besar bagi sektor industri dan perdagangan. 

Baca Juga: Tarif Trump Tetap 32%, Asosiasi Logistik: Masih Ada Ruang Negosiasi

Tingginya biaya ini dinilai berpotensi menghambat daya saing Indonesia di pasar global, terutama dalam konteks perdagangan internasional yang kini menghadapi tekanan tarif dan persaingan ketat dalam mencari mitra dagang.

Menurut Yukki, biaya logistik nasional yang tinggi disebabkan oleh sejumlah faktor struktural, mulai dari biaya transportasi dan pergudangan yang belum efisien, hingga masalah administratif dan manajerial dalam pengelolaan rantai pasok. 

Selain itu, keterbatasan infrastruktur logistik yang belum merata serta minimnya integrasi sistem logistik antarwilayah menjadi hambatan utama yang harus segera dibenahi.

ALFI Institute menilai bahwa reformasi sistem logistik nasional perlu menjadi prioritas strategis pemerintah jika Indonesia ingin memperkuat posisinya sebagai pusat perdagangan dan investasi di kawasan. 

Peningkatan infrastruktur logistik darat, laut, dan udara harus berjalan beriringan dengan pembenahan tata kelola logistik nasional. Hal ini mencakup penyederhanaan sistem tata niaga, perbaikan regulasi lintas sektor yang saat ini dinilai tumpang tindih, serta perbaikan birokrasi agar lebih efisien dan mendukung kelancaran arus barang.

Selain aspek regulasi dan infrastruktur, revitalisasi armada transportasi dan penguatan kompetensi sumber daya manusia di sektor logistik juga menjadi hal krusial. 

Yukki menekankan pentingnya akselerasi digitalisasi pada seluruh proses logistik, baik di sisi operasional maupun manajerial, guna menciptakan sistem logistik yang responsif, transparan, dan adaptif terhadap kebutuhan industri.

“Penurunan biaya logistik bukan hanya soal efisiensi ekonomi, tapi juga tentang membangun daya saing jangka panjang. Jika tidak dilakukan secara komprehensif dan simultan, Indonesia akan kesulitan untuk bersaing di pasar global,” ujar Yukki.

Ia juga menambahkan bahwa efisiensi logistik akan berdampak langsung pada peningkatan produktivitas industri nasional, memperbesar peluang investasi asing, serta memperluas akses pasar ekspor bagi pelaku usaha domestik.

Baca Juga: BPS Catat Transportasi Mei 2025 Menunjukkan Pertumbuhan Positif pada Angkutan Barang

Selanjutnya: 5 Kebiasaan Hemat yang Terlihat Cerdas, tapi Justru Merugikan Keuangan Anda

Menarik Dibaca: 15 Tips Diet Tanpa Olahraga dan Tetap Makan Nasi untuk Menurunkan Berat Badan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×