Reporter: Adisti Dini Indreswari | Editor: Markus Sumartomjon
JAKARTA. Keputusan Bank Indonesia (BI) menaikkan acuan suku bunga (BI rate) sebesar 0,25% menjadi 6% disinyalir bisa mendorong perbankan mengerek suku bunga kredit properti. Namun para pengembang justri tidak merasa khawatir penjualan properti akan merosot.
Menurut Ketua Umum Persatuan Perusahaan RealEstat Indonesia (REI) Setyo Maharso, daya beli masyarakat saat ini masih kuat, kendati harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi naik sekalipun. "Yang jadi masalah itu kalau BI rate turun, tapi bunga bank tidak ikut turun," ujarnya kepada KONTAN, akhir pekan lalu.
REI mencatat hanya 60% transaksi rumah menengah atas yang memanfaatkan kredit pemilikan rumah atau apartemen (KPR/KPA). Sisanya tunai keras dan tunai bertahap. Berbeda dengan rumah masyarakat berpenghasilan redah (MBR) yang lebih dari 90% didominasi KPR.
Harry Gunawan Ho, Direktur Utama PT Greenwood Sejahtera Tbk, juga masih percaya diri kenaikan suku bunga acuan tidak membawa dampak besar terhadap penjualan properti. Harry bilang, persentase pembeli apartemen Greenwood yang memakai skema KPA hanya separuhnya.
Sedangkan separuhnya lagi merupakan kombinasi antara tunai keras dan tunai bertahap. "Dengan pertumbuhan jumlah kelas menengah, dana yang berputar di masyarakat besar sekali," ujar Harry.
Greenwood Sejahtera menjual apartemen kelas menengah atas di superblok The City Center (TCC) Batavia, Jakarta dengan harga mulai dari Rp 20 juta per m2. Selain itu, perusahaan ini bermitra dengan PT Agung Podomoro Land Tbk mengembangkan apartemen di sejumlah superblok di Jakarta, seperti Kuningan City dan Senayan City.
Optimisme juga dirasakan PT Metropolitan Land Tbk (Metland). Padahal, Metland mengembangkan perumahan untuk kelas menengah bawah, yaitu Metland Cileungsi dan Metland Cibitung yang 85% hingga 90% penjualannya didominasi oleh KPR.
Olivia Surodjo, Sekretaris Perusahaan Metland bilang berkaca dari pengalaman tahun 2009 ketika bunga kredit perbankan melonjak hingga double digit, konsumen masih tetap meminati KPR. Pasalnya, angka backlog (pasokan rumah yang masih kurang) tetap tinggi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News