Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Perkembangan bisnis daring atau e-commerce tampaknya bukan menjadi tantangan berat bagi pusat belanja di Jabodetabek. Para pengembang masih saja melakukan ekspansi mal di tengah penjualan online yang terus mengalami pertumbuhan.
Berdasarkan riset Colliers International Indonesia, supplai pusat belanja di Jakarta dan sekitarnya akan terus bertambah dalam empat tahun ke depan. Total area ritel atau nett leasable area (NLA) akan bertambah sekitar 1.229.680 meter persegi (m²) hingga tahun 2020 nanti.
Di Jakarta, akan bertambah 15 pusat belanja mulai tahun 2017-2020 dengan total NLA 654.000. Tiga di antaranya akan beroperasi tahun ini, yakni Aeon Mall Jakarta Garden City di Cakung yang dikembangkan Metropolitan dan Aeon. Kemudian, Shopping Mall @Pancoran dan New Harco Plaza yang dikembangkan oleh Agung Podomoro Land.
Dua lagi akan beroperasi pada 2019, yakni Shopping Mall at South Gate Lenteng Agung yang dibangun oleh Sinarmas Land-Aeon dan D'Entrance Arcadia TB Simatupang yang dikembangkan oleh Loka Mampang. Selebihnya ditargetkan beroperasi pada 2020 dan masih dalam proses perencanaan.
Sementara, di sekitar Jakarta bakal bertambah 12 mal lagi mulai 2018-2020 dengan total NLA 575.68 m². Dua pusat belanja akan beroperasi tahun depan di Bogor yakni Galeria Vivo Sentul dan Aeon Mall Sentul.
Tiga lagi akan dibuka 2019 yakni Plaza Indonesia Jababeka, Grand Dhika City Mall Bekasi dan Shopping Mall at Pesona Square. Pusat perbelanjaan anyar lainnya akan beroperasi di 2020 karena masih tahap perencanaan.
Steve Sudijanto, Senior Associate Director Colliers International Indonesia mengatakan, menggeliatnya bisnis jual beli online memang merupakan tantangan bagi mal atau pusat belanja. Namun dampaknya tidak akan signifikan karena semua yang berhubungan dengan eksperience, gaya hidup dan hiburan tidak bisa diperoleh dari online.
"Tidak semua barang bisa dibeli lewat online. Banyak juga orang yang kalau membeli sesuatu haru lihat dan mencoba fisiknya." kata Steve pada KONTAN, Selasa (11/7).
Ubah konsep
Saat ini, mal sudah memiliki peran yang sangat penting bagi masyarakat di kota-kota besar seperti Jabodetabek karena banyak kebutuhan bisa dipenuhi di pusat perbelanjaan ini. Orang jika ingin melakukan pertemuan bisnis, nongkrong, makan, dan mencari hiburan bersama keluar, mereka akan mencari mal.
Atas dasar itu, Steve menilai prospek mal masih cukup bagus terutama pusat belanja yang menawarkan konsep kombinasi experience dan fasilitas food and beverage. "Orang sekarang kalau keluar rumah, mereka mencari mal karena disana banyak kegiatan bisa dilakukan," jelasnya.
Memang tidak semua mal berkembang dengan bak. Itu karena pengelola mal tidak melakukan inovasi sesuai perkembangan.
Menurut Steve, pusat belanja merupakan salah satu bisnis yang dinamis. "Jika pengelola tidak bisa melakukan inovasi sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang terus berubah maka perlahan akan tenggelam," tandasnya.
Stefanus Ridwan, Direktur Utama PT Pakuwon Jati juga melihat perkembangan e-commerce tidak akan mematikan pusat perbelanjaan. Apalagi dengan karakter masyarakat Indonesia senang bersilaturahmi dengan teman atau anggota keluarga menjadikan keberadaan mal masih dibutuhkan. "Sekarang kalau kita ketemu teman dan keluarga serta mau cari hiburan di Jakarta ini, ya, pergi ke mal-mal," sebutnya.
Ridwan menambahkan, yang perlu dilakukan pengelola mal adalah bagaimana mengembangkan konsep yang bisa menarik pengunjung datang ke pusat belanja tersebut. Dengan konsep yang menarik dan mendapatkan tenant atau menyewa yang mampu mendorong pertumbuhan pengunjung, maka prospek pusat belanja akan tetap tumbuh dan diminati oleh konsumen.
Saat ini, Pakuwon memiliki tiga pusat belanja di Jakarta yakni mal Kota Kasablanka, Gandaria City dan Blok M Plaza dengan tingkat okupansi masing-masing 99%, 96% dan 90%. Tahun ini, perusahaan ini merenovasi Blok M Plaza dan nantinya akan terintegrasi dengan stasiun kereta cepat. "Setelah renovasi akan diubah. Kami akan banyak mencari tenant yang menawarkan lifestyle," ujarnya.
Steve menilai, prospek pusat belanja yang dikembangkan dalam proyek kawasan terpadu (mixed use) akan lebih bagus dibanding dengan mal yang berdiri sendiri. Selain itu, beroperasinya angkutan massal MRT dan LRT diperkirakan akan meningkatkan kebiasaan belanja masyarakat ke depannya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News