kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45908,54   -10,97   -1.19%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

BK CPO turun, industri tak yakin bakal dongkrak ekspor


Rabu, 23 Maret 2011 / 07:30 WIB
BK CPO turun, industri tak yakin bakal dongkrak ekspor
ILUSTRASI. Seorang pria melintasi layar elektronik pergerakan saham di Jakarta.


Reporter: Veri Nurhansyah Tragistina | Editor: Rizki Caturini

JAKARTA. Turunnya harga crude palm oil (CPO) di bursa global berimbas pada tarif Bea Keluar (BK) ekspor CPO. Kementerian Perdagangan (Kemendag) menetapkan harga patokan ekspor (HPE) CPO bulan April 2011 US$ 1.207,53 per metrik ton (MT). "Dengan demikian, tarif BK untuk bulan April adalah 22,5%," ujar Deddy Saleh, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Selasa (22/3).

Besaran HPE dan BK April ini turun dari bulan Maret 2011. Waktu itu, Kemendag menetapkan HPE CPO sebesar US$ 1.294,53 per metrik ton, sehingga tarif BK ekspor CPO Maret lalu sebesar 25%. Sekadar informasi, penetapan HPE dan BK CPO ini didasarkan pada harga CPO secara internasional. Jadi, ketika harga CPO internasional turun, HPE dan BK CPO ikut turun.

Fadhil Hasan, Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), mengatakan penurunan BK ini tidak akan berdampak signifikan terhadap volume ekspor CPO Indonesia di bulan April nanti. "Turunnya sedikit, jadi tidak akan berpengaruh banyak," ujar Fadhil kepada KONTAN, Selasa (22/3).

Fadhil bilang, ekspor CPO itu memiliki tren yang mirip setiap tahunnya. Pada awal tahun ekspor CPO biasanya tidak akan terlalu bagus. Ini terbukti dari kinerja ekspor CPO Indonesia pada Januari 2011 yang sebesar 1.372.017 ton, turun 15,33% dari Desember 2010 yang sebesar 1.620.339 ton.

Di bulan April, ekspor CPO biasanya memang akan meningkat. Namun, kenaikan itu bukan disebabkan oleh adanya penurunan tarif BK. Faktor permintaan musiman yang tinggi menjadi penyebabnya. Di bulan April, permintaan dari negara importir seperti India meningkat karena seiring ekspansi industri di sana. "Akibatnya, permintaan terhadap CPO kita ikut naik," jelas Fadhil.

Harga minyak dunia yang terus meroket juga berpotensi menaikkan volume ekspor CPO Indonesia. Fadhil bilang, saat harga minyak dunia meroket, permintaan CPO akan turut naik. "CPO dijadikan bahan baku bioethanol dan biofuel yang menjadi energi alternatif ketika harga minyak naik," kata Fadhil.

Petani tetap rugi

Turunnya BK CPO April 2011, ternyata tidak cukup membuat petani sawit meraih untung. Asmar Arsyad, Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), mengatakan harga tandan buah segar (TBS) sawit masih di bawah harga ideal, meski BK turun menjadi 22,5%. Harga TBS di tingkat petani bakal stagnan di angka Rp 1.100/kilogram (kg). "Idealnya petani mendapatkan harga Rp 1.500/kg," ujar Asmar kepada KONTAN.

Asmar bilang pemerintah sejatinya menetapkan BK secara flat di angka 3% saja. Karena, penetapan BK progresif seperti saat ini terbukti menggerus keuntungan petani sawit. Harga TBS di tingkat petani terus tergerus akibat adanya BK. "Eksportir tidak mau membeli dengan harga yang ideal, karena terbebani BK," jelas Asmar.

Kondisi ini mengakibatkan petani tidak mendapat stimulus untuk memacu produksinya. Tingkat produktivitas lahan perkebunan rakyat hanya 8-10 ton/hektare/tahun. Idealnya, tingkat produktivitas mencapai 15-20 ton/ha/tahun. "Mau bagaimana lagi, petani tidak punya dana untuk meremajakan pohon dan membeli pupuk," tandas Asmar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×