Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bos PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) Hilmi Panigoro buka suara soal adanya opsi fleksibilitas dalam skema kontrak minyak dan gas (migas).
Pasalnya, pemerintah tengah mempertimbangkan kembali hadirnya kontrak bagi hasil penggantian biaya operasi (Cost Recovery) bagi wilayah kerja baru dan terminasi, sehingga para investor memiliki opsi selain sistem fiskal Gross Split.
Baca Juga: Fleksibilitas kontrak migas tengah dikaji, pemerintah akan tampung masukan investor
Hilmi Panigoro yang menjabat sebagai Presiden Direktur MEDC menyambut baik rencana tersebut. Menurut Hilmi, sektor hulu migas memerlukan fleksibilitas bentuk kontrak yang dapat memberikan keekonomian yang menarik guna mendorong investasi.
"Kami menyambut baik gagasan tersebut. Keekonomian yang menarik akan mendorong investasi migas baik eksplorasi, produksi maupun EOR (Enhanced Oil Recovery)," katanya saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (1/12).
Hilmi bahkan menyarankan agar pemerintah bersama Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) bisa membuat gugus tugas khusus untuk merancang bentuk dan kondisi fiskal kontrak, agar bisa bersaing secara kompetitif dengan negara lain.
Baca Juga: Kaji fleksibilitas skema investasi migas, ESDM timbang lagi skema cost recovery
"Saya sarankan Kementerian/SKK Migas membuat gugus tugas khusus untuk men-design bentuk dan kondisi fiskal kontrak, yang paling tidak setara dengan 10% kontrak-kontrak migas terbaik di dunia. Menarik investasi adalah proses kompetisi," terang Hilmi.
Sebelumnya, pendiri Medco Group Arifin Panigoro pernah menyoroti skema kontrak bagi hasil gross split yang dinilai kurang mendorong iklim investasi.
Menurut Arifin, transisi skema cost recovery ke skema gross split perlu dievaluasi. Evaluasi dirasa perlu sebab jika tidak ada langkah konkret, akan sulit untuk menarik minta investor.
Baca Juga: Indonesia kembali menjadi anggota Dewan IMO, ini tiga fokus Kemenhub