Reporter: Fitri Nur Arifenie |
JAKARTA. Badan Pelaksana Usaha Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) akan memberikan sanksi kepada PT Chevron Pacific Indonesia jika terbukti korupsi dalam proyek bioremediasi. Sanksi yang akan diberikan: BP Migas tidak akan membayar biaya cost recovery untuk proyek tersebut.
Seperti diketahui, jaksa telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek bioremediasi yang dikerjakan oleh Chevron. Negara diperkirakan merugi hingga sebesar US$ 270 juta dalam kasus ini.
Asal tahu saja, bioremediasi itu menormalkan kembali tanah yang terkena limbah hasil penambangan minyak.
Menurut jaksa, dugaan korupsi itu terjadi dalam kurun waktu 2003 hingga 2011. Dalam proyek ini, Chevron menunjuk PT Green Planet Indonesia dan PT Sumigita Jaya sebagai pelaksana proyek. Masalahnya, dua perusahaan ini tidak memenuhi klasifikasi teknis dan sertifikasi dari pejabat berwenang sebagai perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan limbah. Status dua perusahaan ini hanya kontraktor umum.
BP Migas beda versi
Terkait kasus tersebut, Kepala BP Migas, R. Priyono menegaskan, pihaknya akan terus melihat perkembangan kasus tersebut. Setelah itu baru kemudian memberikan sanksi. "Yang tidak akan kita bayar, ya, untuk proyek itu saja. Kalau semuanya nanti proyek migas yang dikerjakan Chevron tidak akan jalan semua," kata Priyono, Kamis (29/3). Adapun biaya cost recovery untuk proyek bioremediasi tersebut mencapai sebesar Rp 15,8 triliun.
Priyono melanjutkan, BP Migas menjatuhkan sanksi tersebut rangka untuk mengamankan penerimaan negara dengan tidak memberikan cost recovery kepada Chevron. Menurut Priyono, cost recovery akan dicabut sampai Chevron bisa membuktikan tidak adanya penyalahgunaan. "Kalau misalnya sudah ada pembuktian mereka tidak menyalahgunakan maka akan kita bayarkan kembali," ungkap Priyono.
Namun demikian, Priyono menyatakan, jaksa memang punya otoritas mengusut kasus tersebut. Tetapi di sisi lain, BP Migas menilai tak ada masalah dengan proyek Bioremediasi tersebut.
BP Migas bahkan menilai proyek yang berlangsung di Minas, Riau, itu sudah berhasil baik dalam mengembalikan kondisi lingkungan di sana. Buktinya, proyek tersebut menjadi proyek percontohan.
Hal ini terbukti dari penilaian proper biru yang diterima berkali-kali oleh Chevron. Artinya, proyek tersebut riil dan bukan fiktif. Priyono menambahkan, tak banyak perusahaan pertambangan yang memperoleh penilaian setinggi itu di bidang pengelolaan lingkungan. "Selama ini juga tak pernah ada temuan aneh dari auditor dalam proyek tersebut," kata Priyono.
Namun, BP Migas akan tetap mengikuti seluruh proses hukum yang berjalan di Kejaksaan Agung. Keterlibatan BP Migas dalam kapasitas sebagai pengawas kegiatan operasi semua kontraktor kontrak kerjasama (KKKS).
Meski terkesan membela Chevron, namun Priyono tetap mengungkapkan hitungan kerugian negara dari kasus tersebut.
Hanya saja, Menurut Priyono, jumlah kerugian negara masih jauh dari angka US$ 270 juta. "Hitungan kita agak berbeda. Kita angkanya itu US$ 23 juta selama 10 tahun, tapi yang baru dikerjakan itu US$ 14 juta," kata Priyono.
Communication Manager Chevron, Dony Indrawan, menyatakan, selama beroperasi di Indonesia, Chevron selalu mematuhi perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Itulah sebabnya, Dony menyatakan Chevron akan bersikap kooperatif dengan penyidik. "Kami akan memberikan semua data dan dokumen yang diperlukan oleh kejaksaan untuk kepentingan penyidikan kasus ini," katanya. n
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News