Reporter: Gentur Putro Jati | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) meminta akses kepada Bank Indonesia untuk dapat memonitor arus belanja modal Kontraktor Kontrak Kerjasama Migas (KKS).
Seperti kita tahu, mulai 1 Januari 2009 lalu Kepala BP Migas telah meneken surat edaran yang mewajibkan seluruh KKS agar menggunakan perbankan yang beroperasi di dalam negeri untuk seluruh transaksi operasionalnya.
Dua jenis rekening dimana banyak KKS sudah mulai menggunakan perbankan dalam negeri adalah penyimpanan dana abandonment atau reklamasi lapangan usai selesai berproduksi serta rekening untuk reimbursment PPN.
"Hampir semuanya sudah menggunakan bank nasional. Sementara untuk transaksi barang modal, saya sedang tanya BI bagaimana cara memonitor transaksinya," kata Kepala BP Migas Raden Priyono, Rabu (4/2).
Terkait dana reklamasi lapangan, Priyono mengaku saat ini ada beberapa KPS yang mau memasukkan dana tersebut ke Indonesia. Jumlah nya ada sekitar US$ 56 juta. Namun, ia enggan menyebutkan KPS yang dimaksud.
"Tetapi ada juga KPS-KPS yang masih meragukan nanti kalau misal nya bank tempat ia menyimpan dana kolaps, akan di bayar nggak uangnya. Kan yang dibayar oleh penjaminan cuma sampai Rp 2 miliar," katanya.
Sampai dana sebesar itu masuk ke rekening yang ada di perbankan dalam negeri, pemerintah dalam hal ini Departemen Keuangan maupun Bank Indonesia diakui Priyono memang tidak bisa memantaunya.
"Saya meminta BI untuk melakukannya, karena pelaksanaan itu merupakan instruksi dari Kepala BP Migas jadi harus dilaksanakan. Instruksi sudah keluar, tinggal saya monitor sudah jalan belum dari KPS nya itu," tambah Priyono.
Namun, Priyono memastikan rekening dana reklamasi itu tidak akan menjadi rekening liar temuan Departemen Keuangan. Pasalnya dana abandonment usai lapangan berproduksi itu disebutkan dalam kontrak kerjasama bagi hasil produksi.
"Dalam kontrak itu dikatakan mereka harus menyimpan dana abandonment di bank, terus ada PP nya juga. Bahwa itu harus dilaporkan ke Depkeu, ya memang begitu. Tetapi kita tidak meminta izin untuk itu, karena by law memang harus dibikin sesuai kontrak dan PP Nomor 35/2002 tentang Industri Hulu Migas," kata Priyono.
Dana abandonment atau reklamasi lapangan menurutnya masuk ke perhitungan cost recovery usai lapangan tersebut tidak lagi berproduksi. Karena biaya menutup suatu lapangan untuk kembali normal dan tidak dijumpai adanya dampak lingkungan merupakan bagian dari operasi.
"Tapi dana abandonment itu kan sebenarnya nanti, mungkin abandonment nya baru 5 atau 6 tahun lagi setelah lapangan tidak berproduksi. Namun sudah dari sekarang dikumpulin dananya. Kita simpan saja sampai itu jadi perhitungan cost recovery," kata Priyono.
Akhir Desember tahun lalu, enam KKS menandatangani joint account dana abandonment dan site restoration dengan BNI dan BRI.
Empat kontraktor yang membuat account di BNI adalah Karlez Petroleum, Kangean Energy, Medco Tarakan, serta Medco Rimau. Sementara Kondur Petroleum SA dan Pertamina EP membuat account di BRI. Jumlah dana yang disimpan di kedua bank BUMN tersebut sebesar US$ 60 juta.
Diutamakannya penggunaan perbankan dalam negeri dengan tujuan meningkatkan balance of payment dan diharapkan menguntungkan kedua belah pihak. Terlebih, BP Migas telah mengeluarkan fatwa bahwa perusahaan migas wajib bertransaksi menggunakan perbankan yang beroperasi di dalam negeri, utamanya bank BUMN.
Dana abandonment adalah sejumlah dana yang harus dicadangkan KKS untuk membongkar fasilitas operasi perminyakan saat akan meninggalkan wilayah kerja yang akan ditutup. Sementara dana site restoration adalah dana yang dibutuhkan untuk tindakan pemulihan lingkungan di area tersebut.
Kewajiban ini muncul pada KKS yang menandatangani kontrak setelah tahun 1994 saat Indonesia meratifikasi keputusan United Convention on Law of The Sea tahun 1958.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













