kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

BPDPKS Dinilai Harus Audit Besar-besaran untuk Mengurai Masalah Sawit


Rabu, 10 Agustus 2022 / 07:50 WIB
BPDPKS Dinilai Harus Audit Besar-besaran untuk Mengurai Masalah Sawit
ILUSTRASI. Petani mengumpulkan buah sawit hasil panen di perkebunan Mesuji Raya, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, Senin (9/5/2022). ANTARA FOTO/Budi Candra Setya/pras.


Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemanfaatan dana pungutan ekspor sawit jadi sorotan. Hal ini menyusul dihentikannya sementara pungutan ekspor tersebut oleh Kementerian Keuangan  (Kemenkeu). 

Penghentian pungutan ekspor ini dilakukan dalam rangka menggenjot kembali ekspor CPO yang meredup akibat adanya kebijakan larangan ekspor beberapa waktu lalu demi meredam lonjakan harga minyak goreng di dalam negeri. Imbas dari larangan ekspor ini, harga tandan buah segar (TBS) sawit anjlok dan membuat petani merugi.

Namun sayangnya, meski pungutan ekspor CPO ini dihentikan sementara, belum mampu mendorong harga TBS sawit petani kembali ke level normal. Sebab disinyalir akar permasalahan yang kian rumit di sektor persawitan justru terletak pada pengelolaan sawit itu sendiri, termasuk pada penggunaan dana pungutan ekspornya.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda mengatakan, selama ini penggunaan dana pungutan ekspor sawit yang dikelola Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) tidak tepat sasaran.

Baca Juga: ID FOOD Luncurkan Produk Retail kecap, Manfaatkan Kedelai Lokal Jawa Timur

Sebab, alih-alih digunakan bagi peningkatan produksi sawit petani, dana ini malah lebih banyak dinikmati oleh produsen sawit besar.

"Pemanfaatan dana dari kelapa sawit saat ini bisa dibilang jauh 'kacau balau'. Sama sekali tidak tepat sasaran dengan kita melihat dana pengelolaan dari kelapa sawit banyak yang kembali pada produsen pengolah dana sawit sekaligus eksportir kelapa sawit. Bahkan ada perusahaan yang untung dari subsidi biodiesel kelapa sawit," kata dia dalam keterangannya, Rabu (10/8).

Nailul mengungkapkan, pemanfaatan dana pungutan ekspor CPO tersebut saat ini lebih banyak digunakan untuk subsidi program biodiesel. Padahal ada sasaran lainnya seperti peningkatan SDM petani, peremajaan sawit, dan lainnya, yang porsinya sangat kecil sekali.

"Belum lagi untuk porsi lainnya. Jadi alokasi saat ini sangat timpang sekali," tutur dia.

Menurut Nailul, selama ini eksportir kelapa sawit sudah mendapatkan keuntungan besar dari ekspor sawit yang terus dipromosikan oleh pemerintah, tapi lagi-lagi pemerintah nampaknya lebih suka men-support pengusaha dibandingkan petani yang notabene rakyat kecil.

"Petani lah yang berhak mendapatkan keuntungan paling besar dari dana pungutan sawit malah tekor tanpa ada bantuan pemerintah secara signifikan," tegas dia.

Baca Juga: Gandeng Mark Plus, Polbangtan Malang Gelar Pelatihan Kewirausahaan dan Sertifikasi

Maka, lanjut Nailul, sudah seharusnya pemerintah mengevaluasi BPDKS secara menyeluruh melalui audit keuangan dan kinerja. Terutama setelah kejadian fenomenal beberapa waktu lalu di mana kelangkaan minyak goreng terjadi dan harga minyak goreng melambung tinggi.

"Evaluasi bukan hanya di perdagangan, tapi dari pemanfaatan dana pungutan dari sawit. Harus bisa merujuk ulang pada PP yang mengatur dana pungutan kelapa sawit. Semua tujuan mempunyai prioritas yang sama," tutup dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×