kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.303.000   7.000   0,30%
  • USD/IDR 16.584   -33,00   -0,20%
  • IDX 8.251   84,91   1,04%
  • KOMPAS100 1.131   14,37   1,29%
  • LQ45 800   15,27   1,95%
  • ISSI 291   1,34   0,46%
  • IDX30 418   7,16   1,74%
  • IDXHIDIV20 473   8,42   1,81%
  • IDX80 125   1,66   1,35%
  • IDXV30 134   1,28   0,97%
  • IDXQ30 131   2,43   1,89%

Buntut Kasus Evergrande Diyakini Tidak Akan Merembet ke Indonesia


Selasa, 30 Januari 2024 / 19:20 WIB
Buntut Kasus Evergrande Diyakini Tidak Akan Merembet ke Indonesia
ILUSTRASI. Raksasa properti China Evergrande Group diperintahkan Pengadilan Hong Kong untuk melakukan likuidasi aset


Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Raksasa properti China Evergrande Group diperintahkan Pengadilan Hong Kong untuk melakukan likuidasi aset seusai gagal melakukan restrukturisasi utang.

Akibat masalah perdagangan saham China Evergrande, China Evergrande New Energy Vihicle Group dan Evergrande Property Services dihentikan.

Dampak bangkrutnya perusahan properti terbesar China itu diyakini tidak akan merembet ke Indonesia.

Corporate Secretary PT Steel Pipe Industry of Indonesia Tbk (ISSP) Johannes W. Edward mengatakan, kasus Evergrande sebenarnya sudah lama.

“Properti meskipun signifikan bukan satu-satunya konsumen baja. Terlihat harga baja sudah mengalami penguatan dibandingkan bulan September lalu,” katanya kepada Kontan, Selasa (30/1).

Baca Juga: Evergrande Harus Likuidasi, Kreditur Cemas Duit Tak Kembali

Menurut Johannes, ekspor baja mereka ke China tidak terlalu besar, sehingga tidak akan berdampak signifikan terhadap kinerja Perseroan di tahun ini.

Manajemen ISSP pun menargetkan volume penjualan ekspor di tahun ini mencapai 30.000 ton atau setara porsi 8%-10% terhadap total penjualan perusahaan.

Di sisi lain, kondisi pasar baja global saat ini sebenarnya cukup menarik. Harga baja tertahan karena tingginya harga bahan baku, yaitu iron ore dan coking coal.

“Sementara, permintaan tetap tumbuh perlahan, karena ditopang industri lain selain property. Electric vehicle misalnya,” ungkapnya.

Direktur Ciputra Development Harun Hajadi mengatakan, keruntuhan Evergreen disebabkan karena agresivitas perusahaan dalam berutang untuk melakukan ekspansi.

“Padahal situasi ekonomi selalu naik turun, sehingga seharusnya para pengembang bisa sedia payung sebelum hujan,” ujarnya kepada Kontan, Selasa (30/1).

Baca Juga: Bursa Asia Mayoritas Menguat, Bursa Hongkong Anjlok Terseret Evergrande

Masalah tersebut pun diharapkan dampaknya terjadi di China saja dan tidak sampai menular ke negara-negara lain. Harun melihat, sampai saat ini, CTRA sebagai salah satu perusahan properti, belum merasakan dampak dari kasus Evergreen di Indonesia.

“Namun, mungkin dampaknya memang tidak terlalu besar, karena kondisi ekonomi domestik cukup kuat, reserve cukup, inflasi rendah, dan pertumbuhan ekonomi masih sekitar 5%,” tuturnya.

Harun juga melihat, di tahun ini tidak akan ada banyak sentimen negatif yang akan berdampak ke kinerja CTRA. Misalnya, suku bunga The Fed saat ini masih tinggi, tetapi inflasi di Amerika Serikat (AS) sudah mulai terkontrol.

“Tidak ada sentimen negatif tahun ini, kecuali jika Pemilu 2024 ribut,” imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×