Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan aktivitas pertambangan Blok Mandiodo di Konawe Utara yang merupakan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) untuk sementara dihentikan.
Penghentian aktivitas tambang Blok Mandiodo ini buntut dari kasus dugaan korupsi pertambangan ore nikel yang melibatkan mantan pejabat tinggi Kementerian ESDM.
“Iya, setop dong,” ujar Menteri ESDM Arifin Tasrif di Gedung Kementerian ESDM saat ditanyakan mengenai nasib Blok Mandiodo saat ini, Jumat (11/8).
Perihal kasus hukum yang melibatkan mantan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Ridwan Djamaluddin, pihak Kementerian ESDM menghormati proses hukum yang sedang berjalan.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama, Agung Pribadi mengatakan pihaknya prihatin dengan apa yang terjadi.
“Kami menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Ini jadi bagian penting bagi kami untuk meningkatkan pelayanan dalam perizinan, perbaikan sistem dan pelayanan khususnya di Ditjen Minerba,” ujarnya di Kementerian ESDM, Kamis (10/8).
Baca Juga: Buntut Eks Dirjen Minerba Ditangkap Kejagung, Komisi VII Akan Panggil Menteri ESDM
Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mengatakan, dalam kasus korupsi pertambangan ore nikel ini Kejagung menetapkan dua tersangka. Selain RD (Ridwan Djamaluddin), Kejagung juga menetapkan HJ selaku sub koordinasi RKKB Kementerian ESDM sebagai tersangka.
Ketut menyebut, peran keduanya adalah memberikan suatu kebijakan yang terkait dengan Blok Mandiodo. Adapun kerugian negara kasus ini adalah Rp 5,7 triliun.
"Sekali lagi saya sampaikan dari dua tersangka yang hari ini kita tetapkan dan kita lakukan penahanan sudah 10 tersangka kita tetapkan. Demikian untuk perkara di Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara," ujar Ketut dalam konferensi pers, Rabu (9/8).
Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara menetapkan Windu Aji Sutanto (WAS) selaku Pemilik PT Lawu Agung Mining sebagai tersangka terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi pertambangan ore nikel di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Antam di Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.
Sebagai informasi, kasus ini bermula dari adanya Kerja Sama Operasional (KSO) antara PT Antam dengan PT Lawu Agung Mining serta Perusahaan Daerah Sulawesi Tenggara atau Perusahaan Daerah Konawe Utara.
Tersangka WAS selaku pemilik PT Lawu Agung Mining adalah pihak yang mendapat keuntungan dari tindak pidana korupsi pertambangan nikel.
Modus operandi tersangka WAS yaitu dengan cara menjual hasil tambang nikel di wilayah IUP PT Antam menggunakan dokumen Rencana Kerja Anggaran Biaya dari PT Kabaena Kromit Pratama dan beberapa perusahaan lain di sekitar blok Mandiodo, seolah-olah nikel tersebut bukan berasal dari PT Antam lalu dijual ke beberapa smelter di Morosi dan Morowali.
Praktik ini berlangsung secara berlanjut karena adanya pembiaran dari pihak PT Antam. Berdasarkan perjanjian KSO, semua ore nikel hasil penambangan di wilayah IUP PT Antam harus diserahkan ke PT Antam, sementara PT Lawu Agung Mining hanya mendapat upah selaku kontraktor pertambangan.
Akan tetapi, pada kenyataannya PT Lawu Agung Mining mempekerjakan 39 perusahaan pertambangan sebagai kontraktor untuk melakukan penambangan ore nikel dan menjual hasil tambang menggunakan Rencana Kerja Anggaran Biaya asli tapi palsu.
Baca Juga: Ini Peran Mantan Dirjen Minerba Ridwan Djamaluddin dalam Kasus Tambang Nikel Ilegal
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News