kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45908,54   -10,97   -1.19%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Capex Supreme Energy di Sumatera capai US$155 juta


Rabu, 02 April 2014 / 18:55 WIB
Capex Supreme Energy di Sumatera capai US$155 juta
ILUSTRASI. Bleach: Thousand-Year Blood War, Alasan Mengapa Quincy Dapat Mencuri Bankai Shinigami


Reporter: Ranimay Syarah | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. PT Supreme Energy, perusahaan yang bergerak di bidang pengembangan dan operasi panas bumi menyiapkan belanja modal (capital expenditure/capex) sebesar US$ 155 juta untuk pengembangan tiga wilayah kerjanya di Sumatera.

Tiga wilayah itu adalah PLTP Muara Laboh di Sumatera Barat, PLTP Rantau Dadap di Sumatera Selatan, dan PLTP Rajabasa di Lampung. Semua PLTP tersebut masing-masing memiliki kapasitas 220 MW. Saat ini seluruh PLTP tersebut belum ada yang beroperasi dan statusnya masih dalam tahapan eksplorasi.

Nisriyanto, VP Business Strategy and Development Supreme Energy mengatakan bahwa untuk PLTP Muara Laboh, Supreme menyediakan investasi tambahan sebesar US$ 50 juta. Saat ini PLTP Muara Laboh, berada di tahapan eksplorasi dan sudah hampir selesai. Setelah eksplorasi selesai, akan dilanjutkan ke tahapan konstruksi EPC dan ditargetkan beroperasi sesuai dengan jadwal, yakni  di 2017. 

"Untuk semua WK yang kami miliki, PLTP Muara Laboh yang akan paling cepat operasinya dari semua PLTP yang ada. Untuk PLTP Rantau Dadap kan kita baru mulai, drilling-nya saja mulai awal Februari lalu, dan untuk tahun ini kita sudah siapkan investasi tambahan US$ 80 juta untuk Rantau Dadap, " kata Nisriyanto di Jakarta, Rabu (2/4).

Untuk wilayah kerja di Rantau Dadap, ia bilang akan ada 8 sumur yang dibor, dan sekarang memasuki pengeboran sumur yang ketujuh. Satu sumurnya menghabiskan US$ 8-10 juta.

Nisriyanto bilang, potensi panas bumi yang ada di Sumatera berada di wilayah yang terpencil dan jauh dari infrastruktur. Misalnya Rantau Dadap yang lokasinya sangat terisolasi dan tidak ada akses jalan. Itu sebabnya Supreme membangun infrastruktur dan menghabiskan US$ 50 juta untuk pembangunan jalan.

Sedangkan, PLTP Rajabasa yang masih stagnan perkembangannya karena terhambat perizinan dari Kementerian Kehutanan, "Seharusnya izin pinjam pakai kawasan hutan dari Kementerian Kehutanan sudah keluar bulan April ini, namun kita tunggu saja hingga akhir bulan ini. Begitu izinnya keluar, kita langsung gerak cepat dan target operasi sudah harus mulai tahun depan, " kata Nisriyanto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×