CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.513.000   -30.000   -1,94%
  • USD/IDR 15.740   98,00   0,62%
  • IDX 7.244   -140,01   -1,90%
  • KOMPAS100 1.117   -21,26   -1,87%
  • LQ45 887   -14,43   -1,60%
  • ISSI 220   -4,35   -1,94%
  • IDX30 457   -6,42   -1,38%
  • IDXHIDIV20 554   -6,30   -1,12%
  • IDX80 128   -2,00   -1,53%
  • IDXV30 139   -0,11   -0,08%
  • IDXQ30 153   -1,86   -1,20%

CIPS: Partisipasi Indonesia dalam Global Value Chain Belum Optimal


Kamis, 16 Februari 2023 / 15:38 WIB
CIPS: Partisipasi Indonesia dalam Global Value Chain Belum Optimal
ILUSTRASI. Manufaktur: Pekerja beraktivitas di pabrik perakitan mobil.


Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menyebut partisipasi Indonesia di dalam Global Value Chain (GVC) atau rantai nilai global masih belum optimal dan masih perlu ditingkatkan.

“Selain masih didominasi oleh produk manufaktur sederhana, angka partisipasi forward dan backward Indonesia dalam GVC juga mengalami penurunan,” jelas Peneliti CIPS Hasran melalui keterangan resmi yang diterima Kontan.co.id, Rabu (15/2).

Untuk diketahui, partisipasi forward adalah kondisi dimana sebuah negara mengekspor barang antara ke luar negeri yang digunakan sebagai bahan baku produk barang jadi di negara lain.

Sementara itu, partisipasi backward dalam adalah partisipasi dimana sebuah negara mengimpor barang antara dari luar negeri untuk dijadikan bahan baku produk jadi yang hasilnya akan digunakan untuk tujuan ekspor.

Baca Juga: BI Perkirakan Sektor Halal Value Chain Bisa Tumbuh hingga 5,3% pada Tahun 2023

Menurut Asian Development Bank, partisipasi forward Indonesia dalam GVC turun dari 21,5% di tahun 2000 menjadi 12,9% di 2017. Di sisi lain, partisipasi backward juga turun dari 16,9% di tahun 2000 menjadi 10.1% di tahun 2017.

Hasran menjelaskan, penurunan ini menunjukkan berkurangnya impor barang antara karena Indonesia lebih banyak menggunakan produk antara olahan dalam negeri seiring dengan tumbuhnya industri hulu.

"Penurunan ini menunjukkan berkurangnya ekspor barang antara Indonesia ke luar negeri karena dialihkan untuk konsumsi domestik," jelasnya.

Kata Hasran, menurunnya partisipasi forward maupun backward Indonesia di dalam GVC terjadi karena beberapa alasan.

Pertama, kebijakan industri dalam negeri cenderung mengorbankan industri hilir demi menyokong pembangunan industri hulu. Langkah pemerintah ini ditindaklanjuti dengan persyaratan tingkat penggunaan komponen dalam negeri (TKDN).

"Lalu partisipasi backward dalam GVC masih terhambat oleh kebijakan non-tarif atau non-tariff measures (NTM)," terangnya.

Dua jenis NTM di Indonesia, lanjut dia, yang dianggap sebagai penghambat impor adalah proses pengajuan persetujuan impor yang cukup kompleks dan pembatasan kuota impor yang kurang transparan.

Menurut Bank Dunia, tingkat partisipasi suatu negara dalam GVC ditentukan oleh faktor fundamental seperti endowment (lahan, tenaga kerja, SDA, permodalan), geografis, institusi, dan pangsa pasar. Untuk itu, Indonesia perlu melakukan penyesuaian terhadap kebijakan domestik.

Pertama, untuk memaksimalkan faktor endowment, Indonesia perlu merumuskan kebijakan yang mampu meningkatkan akses pembiayaan dan kualitas sumber daya manusia.

Baca Juga: Geliat Industri Logistik, Salah Satunya Logistik Industri Halal

Kebijakan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dapat dilakukan dalam bentuk penyediaan pelatihan, pendidikan dan Undang-Undang Ketenagakerjaan yang fleksibel.

Hasran bilang, FDI adalah penanaman modal asing oleh negara lain ataupun perusahaan multinasional ke Indonesia dalam bentuk greenfield FDI maupun brownfield FDI. Melalui greenfield FDI perusahaan multinasional melakukan pembangunan perusahaan/pabrik baru di Indonesia.

Sedangkan brownfield FDI berarti perusahaan multinasional mengakuisisi atau melakukan merger dengan perusahaan lokal.

“Namun, perusahaan multinasional tidak akan begitu saja melakukan merger atau membangun pabriknya di Indonesia karena pada dasarnya langkah tersebut membutuhkan biaya yang tidak sedikit,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×