kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Coldwell: Bisnis perkantoran masih tertekan akibat dampak pandemi


Senin, 29 November 2021 / 17:27 WIB
Coldwell: Bisnis perkantoran masih tertekan akibat dampak pandemi
ILUSTRASI. Kawasan bisnis dan perkantoran di Jakarta, Jumat (26/11).


Reporter: Dimas Andi | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kondisi bisnis sewa gedung perkantoran masih diliputi ketidakpastian di tengah pandemi Covid-19 sepanjang tahun ini.

Angra Anggraeni, Senior Manager Coldwell Banker Commercial menyampaikan, saat ini pasar perkantoran di Indonesia masih terkontraksi sebagai dampak pandemi yang sudah berlarut-larut. Rata-rata tingkat okupansi gedung perkantoran berada di level yang rendah, di mana tingkat kekosongannya rata-rata mencapai 25%.

Tingkat okupansi di sektor perkantoran pun masih terus mengalami penurunan, baik saat diberlakukannya kebijakan PPKM darurat maupun saat kebijakan tersebut mulai dilonggarkan. Coldwell juga menilai, gedung perkantoran yang diluncurkan selama tahun 2021 belum terserap dengan baik lantaran okupansinya masih di level yang rendah.

Memang, masih ada kenaikan okupansi di beberapa gedung yang berada di area Central Business District (CBD). Namun, hal itu lebih dikarenakan adanya relokasi tenant dari gedung lain. “Beberapa tenant melakukan ekspansi ruang, lalu ada juga kemunculan tenant baru. Namun, downsizing juga terus terjadi karena efisiensi ruang,” kata Angra, Senin (29/11).

Baca Juga: Begini kata pengembang terhadap prospek perumahan di Jabodebek-Banten

Ia menambahkan, work from home (WFH) telah menjadi tren tersendiri yang mana beberapa pelaku usaha akan mempertahankan tren WFH terlepas dari kondisi pandemi yang mereda. Alhasil, mereka mengurangi jumlah ruang perkantoran yang disewa, sehingga berpengaruh pada penurunan okupansi gedung.

Walau demikian, pelonggaran PPKM tetap memberikan sentimen positif terhadap kegiatan leasing, di mana beberapa calon tenant sudah kembali melakukan survei gedung perkantoran. Hanya memang, aktifnya kembali kegiatan leasing belum akan memberi dampak signfikan terhadap bisnis perkantoran. “Sebab, kebanyakan tenant hanya window shopping, bukan segera deal atau bertransaksi,” imbuh dia.

Tak hanya okupansi, harga sewa perkantoran juga terus tertekan. Penyesuaian dan negosiasi masih terus berlanjut di mana pemilik gedung berusaha sefleksibel mungkin dalam memberikan harga sekaligus mengakomodasi kebutuhan tenant. Para tenant yang aktif di masa pandemi pun cenderung berkarakter price conscious atau tenant yang fokus pada harga suatu barang yang lebih rendah.

“Kami belum melihat indikasi kenaikan harga sewa. Sebaliknya landlord akan sangat berhati-hati sekali dalam menetapkan harga sewa,” terang Angra.

Lantas, Coldwell menilai, strategi yang bisa ditempuh para pengembang pertama-tama adalah mengamankan okupansi gedung itu sendiri. Dalam hal ini, para pengembang harus memastikan bahwa tenant-tenant eksisting sudah memperbarui kontrak sewa perkantoran dan tidak akan terjadi relokasi di masa mendatang.

Selain itu, improvisasi pada gedung perkantoran juga patut diperlukan yang mana prinsip sehat dan higienis menjadi nilai tambah di tengah masa pandemi. Pengembang juga dapat menangkap peluang memperoleh tenant yang cukup aktif saat ini seperti perusahaan fintech dan e-commerce.

Tantangan dalam waktu dekat adalah kegiatan leasing akan terganggu mengingat kebijakan PPKM bakal kembali diperketat saat periode natal dan tahun baru. Tak hanya itu, periode akhir tahun biasanya bukan momentum bagi tenant untuk melakukan ekspansi ataupun relokasi menuju gedung perkantoran baru.

“Jadi sepertinya upaya meningkatkan kinerja bisnis perkantoran yang tersisa di tahun ini cukup berat,” kata Angra.

Baca Juga: Menakar prospek konsolidasi para pengembang properti

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×