Reporter: Elisabeth Adventa | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. PT Charoen Pokphand Indonesia (CPIN) mencetak penjualan Rp 38,25 triliun di tahun 2016 lalu. Jumlah ini meningkat sekitar 27% dibandingkan penjualan tahun 2015 yang sebesar Rp 30,108 triliun.
Presiden Direktur CPIN, Tjiu Thomas Effendy mengatakan, kenaikan penjualan tersebut dipengaruhi oleh adanya akusisi bisnis kemitraan pada tahun 2016. "Sedangkan untuk laba bersih 2016 sebesar Rp 6,5 triliun. Ada peningkatan dibandingkan laba tahun 2015 yang sebesar Rp 5,14 triliun," tuturnya dalam public expose, Selasa (23/5).
Kenaikan laba bersih tahun lalu juga dipengaruhi oleh kinerja bisnis kemitraan yang diakuisisi CPIN pada akhir 2015 lalu. "Kontribusi penjualan kami terbesar ada di produk pakan ayam, peternakan yang di dalamnya ada peternakan, DOC, breeding dan kemitraan," terangnya.
Kontribusi pakan ternak pada penjualan merupakan yang terbesar, yakni sekitar 50%. Dan peternakan ayam sekaligus DOC punya kontribusi sebanyak 38%. Lalu kontribusi produk olahan ayam sebanyak 8% dan produk lain-lain sebanyak 4%.
"Produk lain-lain yang menyumbang 4% itu, kami ada alat-alat peternakan, kantong plastik untuk pakan ternak, dan home breeding equipment," jelas Thomas.
Sebagai penopang utama bisnis CPIN, Thomas menargetkan produksi pakan ternak dan bibit ayam atau Day Old Chick (DOC) tahun 2017 dapat meningkat sekitar 7% - 8%. Menurutnya, jumlah peningkatan tersebut tergolong realistis, dengan melihat rata-rata pertumbuhan industri pakan ternak, yakni 7% - 8% per tahun.
"Kalau untuk total pertumbuhan revenue tahun ini, target kita bisa naik sekitar 25%," kata Thomas. Alasannya, akuisisi satu bisnis kemitraan pada akhir 2015 lalu, diharapkan bisa menyumbang lebih pada pertumbuhan pendapatan tahun ini.
Untuk belanja modal CPIN menyiapkan dana internal sekitar Rp 1,1 triliun - Rp 1,2 triliun. Dana tersebut diprioritaskan untuk beberapa hal, seperti penambahan kapasitas produksi, perawatan, dan pengadaan fasilitas produksi.
Di tahun ini, CPIN juga berencana untuk menambah fasilitas sylo dan dryer untuk jagung di dua lokasi, yaitu Gorontalo dan Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB). Kedua daerah tersebut dianggap sebagai sentra penghasil jagung.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News