Reporter: Anastasia Lilin Y, Herry Prasetyo, Revi Yohana, Oginawa R Prayogo | Editor: Imanuel Alexander
Jakarta. Masyarakat di Kabupaten Bungo, Jambi, tak perlu repot lagi kalau ingin plesiran ke ibukota, Jakarta.
Sejak Bandara Muara Bungo beroperasi medio 2012 lalu, perjalanan dari Bungo ke Jakarta hanya membutuhkan waktu satu jam. Sebelumnya, masyarakat Bungo harus menempuh perjalanan darat ke Kota Jambi selama lima jam jika ingin terbang dengan pesawat.
Dalam waktu dekat, masyarakat di daerah lain bisa merasakan “kemewahan” seperti masyarakat Bungo. Masyarakat Seram Timur, Provinsi Maluku, misalnya, tak perlu lagi harus menempuh perjalanan laut dan darat hingga 12 jam untuk mencapai Kota Ambon demi naik pesawat. Tahun ini, pemerintah akan mengoperasikan Bandara Kuffar di Seram Timur. Dengan bandara tersebut, waktu tempuh Seram Timur–Ambon bisa dipangkas menjadi 1,5 jam.
Bandara Kuffar merupakan satu dari sembilan bandara baru yang akan beroperasi tahun ini. Pemerintah juga menargetkan mengoperasikan delapan bandara baru tahun 2015 dan enam bandara baru pada 2016. Selain itu, pemerintah berencana membangun dua bandara internasional, yakni bandara di Kulon Progo, Yogyakarta, dan di Karawang, Jawa Barat.
Seabrek proyek pembangunan bandara tentu bukan tanpa alasan. Sebagai negara kepulauan dengan jumlah pulau mencapai 13.000, Indonesia membutuhkan moda transportasi yang lebih cepat dan efisien. Sementara, hingga tahun 2010, jumlah bandara di Indonesia tercatat sebanyak 233 bandara.
Direktur Kebandarudaraan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Bambang Tjahjono mengatakan, tujuan utama pembangunan bandara adalah konektivitas antardaerah. Kehadiran bandara yang melayani penerbangan perintis bisa menghubungkan daerah terisolasi atau terpencil yang belum memiliki moda transportasi lain. Selain itu, kehadiran bandara bisa mendorong pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut. Sasaran akhi rnya mendukung program Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).
Menurut Bambang, Kementerian Perhubungan juga berupaya merelokasi bandara dengan kapasitas kecil ataupun mengembangkan kapasitas bandara yang sudah ada. Bandara Saumlaki Baru di Maluku Tenggara Barat, misalnya, merupakan relokasi dari Bandara Olilit. Landas pacu Bandara Olilit hanya 900 meter sehingga cuma sanggup menampung pesawat ATR-42 bermuatan 40 orang. Alhasil, kata Bambang, tiket pesawat dari Ambon ke Maluku Tenggara Barat bisa mencapai sekitar Rp 1,5 juta.
Karena itu, Kementerian Perhubungan membangun bandara baru dengan landasan lebih panjang hingga 1.600 meter. Sehingga, Bandara Saumlaki Baru nantinya bisa menampung pesawat jenis ATR-72 berkapasitas 70 orang. Karena kapasitas penumpang naik, harga tiket diharapkan turun. “Kami mendorong masyarakat bisa memperoleh tiket lebih murah,” kata Bambang.
Solusi bagi Maluku
Selain Kuffar dan Saumlaki Baru, Provinsi Maluku memiliki satu bandara baru yang akan beroperasi tahun ini, yakni Bandara Tual Baru alias Ibra. Bandara Ibra merupakan hasil relokasi Bandara Tual.
Antonius Silaholo, Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Maluku, mengatakan Bandara Tual hanya memiliki landas pacu sepanjang 600 meter. Pesawat yang bisa mendarat di Tual cuma bisa mengangkut 10 penumpang. Karena itu, Bandara Tual Baru dibangun dengan landas pacu lebih panjang. Rencananya, landasan pacu Bandara Tual Baru tersebut akan dikembangkan hingga 2.400 meter.
Tentunya pengembangan kapasitas bandara bukan sematamata demi menawarkan tiket pesawat lebih murah kepada penumpang. Kehadiran pesawat berbadan besar di Maluku diharapkan bisa semakin memicu geliat ekonomi.
Menurut Antonius, Provinsi Maluku memiliki 1.340 pulau. Dengan kondisi ini, akses dan transportasi menjadi persoalan utama di sana. Memang, saat ini Maluku setidaknya memiliki 11 bandara. Namun, selain masih kurang, banyak bandara memiliki kapasitas kecil sehingga belum mampu mendukung potensi ekonomi di provinsi itu.
Maluku memiliki tiga sektor ekonomi unggulan, yakni perikanan, perkebunan pala dan cengkih, dan sektor pariwisata. Namun, ketiga sektor tersebut belum tergarap maksimal lantaran persoalan transportasi. Kota Tual, misalnya, merupakan sentra perikanan di Maluku. Namun, hasil perikanan tidak dapat langsung diangkut melalui jalur udara karena pesawat yang bisa singgah di Bandara Tual berkapasitas kecil. Alhasil, hasil perikanan harus dipasarkan melalui jalur laut yang memakan waktu lama.
Antonius berharap, dengan bandara dan pesawat lebih besar, hasil perikanan Maluku ke depan bisa langsung diekspor melalui jalur udara.
Begitu pula dengan pemasaran pala dan cengkih yang menjadi komoditas unggulan provinsi itu. Kedua komoditas tersebut sudah dipasarkan hingga Belanda. Namun, pengiriman ke Benua Eropa itu harus melalui bandara di Surabaya lantaran bandara di Maluku tak memadai.
Jadi, pala dan cengkih diangkut melalui jalur laut ke Surabaya yang memakan waktu empat hari. “Makanya, begitu sampai di Belanda, pala yang dikirim sudah berjamur,” kata Antonius.
Geliat pariwisata
Yang tak kalah penting, tentu saja kehadiran bandara baru dan berkapasitas lebih besar akan mendorong geliat sektor pariwisata di berbagai daerah. Maluku misalnya, memiliki andalan wisata bahari yang tak kalah dari daerah lain. Antonius berharap, bandara baru nantinya bisa menerima limpahan wisatawan dari Bali.
Dampak kehadiran bandara baru bagi sektor pariwisata juga akan dirasakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Raja Ampat. Pengoperasian Bandara Marinda tahun ini otomatis bakal memudahkan akses ke Kepulauan Raja Ampat.
Selama ini, untuk mencapai Raja Ampat, rute penerbangan hanya berakhir di Kota Sorong. Setelah itu, pelawat harus menempuh perjalanan laut selama dua jam untuk mencapai Kota Waisai, ibukota Raja Ampat. “Dengan bandara baru, pariwisata ke Raja Ampat akan meningkat,” kata Deputi PromosiInvestasi Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Himawan Hariyoga.
Berkah yang sama juga bakal dirasakan warga Pulau Bawean, Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Pulau kecil di sebelah utara Gresik ini sejatinya memiliki pesona wisata yang menarik. Namun, wisata Bawean selama ini belum populer lantaran akses ke pulau itu sulit.
Agus Setyo Pambudi, Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Pemkab Gresik, mengatakan akses ke Bawean dari Gresik selama ini menggunakan kapal cepat yang memakan waktu tiga jam. Namun, saat gelombang pasang, wisatawan harus menggunakan kapal besar dengan waktu tempuh lebih lama yaitu mencapai sembilan jam.
Bandara Bawean yang ditargetkan beroperasi tahun ini jelas akan meningkatkan geliat pariwisata di Bawean. Selain itu, sektor ekonomi lain juga akan ikut menggeliat. “Bandara Bawean juga memudahkan akses bagi penduduk Bawean yang bekerja di luar negeri,” kata Agus.
Menurut Himawan, kehadiran bandara akan menarik investasi di sektor pariwisata. Investasi akan mendatangkan efek berantai bagi sektor pendukungnya, seperti hotel dan restoran. “Akses yang mudah akan menarik investasi sehingga pembangunan di daerah lebih meningkat,” imbuhnya.
Selain pariwisata, bisnis pengiriman barang alias logistik bakal terdongkrak. Public Relations Manager Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE) Riska Dewi, bilang kehadiran bandara baru mendorong pengiriman barang lebih cepat dan tujuan pengiriman kian banyak.
Namun, Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Jasa Ekspres Indonesia (Asperindo) Syarifuddin, mengingatkan pembangunan bandara baru harus disertai perbaikan infrastruktur di daerah tersebut sehingga perdagangan bisa tumbuh dan berkembang. “Dengan begitu, pengiriman bisa dua arah,” katanya.
Salah satu maskapai yang tertarik membuka rute di bandara baru adalah Garuda Indonesia. Faik Fachmi, Direktur Layanan Garuda Indonesia, mengatakan Garuda akan membuka beberapa rute baru ke kota kecil di wilayah Indonesia Timur. Selain Garuda, Aviastar Mandiri juga berencana menambah dua rute penerbangan perintis. Saat ini, Aviastar merupakan satu-satunya maskapai yang melayani rute Jakarta–Bungo. “Kami masih menunggu penambahan pesawat,” kata Direktur Operasi Aviastar, Rahmat Nugroho.
Sementara, Sutito Zainudin, GM Marketing Sky Aviation, mengatakan akan mengkaji bandara yang memiliki potensi pasar bagus terlebih dahulu. “Kami sekarang tengah mengincar rute ke Wakatobi,” katanya.
Rute penerbangan bakal kian menjangkau banyak daerah. Semoga layanan bandara baru tidak mengecewakan.
***Sumber : KONTAN MINGGUAN 17 - XVIII, 2014 Laporan Utama
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News