kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Dari Izin Siaran Radio ke Pita Frekuensi


Selasa, 16 September 2008 / 19:34 WIB


Reporter: Eflin Gitarosalyn | Editor: Test Test

JAKARTA.Saat ini, Pemerintah bersama dengan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) sedang menyusun perubahan kebijakan seluruh perizinan frekuensi. Perubahan itu, dari Izin Siar Radio (ISR) ke dalam bentuk perizinan pita frekuensi untuk penyelenggaraan telekomunikasi 2G dan WIMAX.

Pihak Ditjen Postel bersama dengan Departemen Keuangan tengah mempersiapkan peraturan pemerintah mengenai harga pita frekuensi. "Harga pita frekuensi ini merupakan pemasukan bagi negara," kata Basuki Yusuf Iskandar, Dirjen Postel Departemen Komunikasi dan Informatika, (16/9) Selasa.

Pemerintah merasa punya alasan untuk mengubah ke izin pita frekuensi. "Pemerintah ingin lebih mudah dalam pengawasan terhadap penyelenggaraan telekomunikasi 2G dan WIMAX," kata Basuki (15/9). Sistem izin pita frekuensi lebih mudah dalam pengawasan. Misalnya, yang digunakan oleh perusahaan telekomunikasi sebesar 5 Mega Hertz maka yang dikenakan biaya sebesar 5 Mega Hertz. Perubahan ISR ke izin pita frekuensi untuk memudahkan penghitungan Biaya Hak Penggunaan Frekuensi.

Bila menggunakan ISR, bisa saja perusahaan telekomunikasi menggunakan jumlah channel yang berbeda-beda. Misalnya hari ini yang menggunakan 5 channel, besok 12 chanell. Seharusnya, perusahaan telekomunikasi harus membayar biaya sebanyak channel yang digunakan.

Dengan ISR, penggunaan spektrum frekuensi menjadi tidak efisien karena didasarkan jumlah BTS yang ada. Bila operator telekomunikasi tidak secara agresif membangun BTS maka pendapatan negara tidak maksimal. "Diharapkan dengan menggunakan izin pita frekuensi maka pendapatan negara akan maksimal karena bila operator telekomunikasi tidak membangun BTS sesuai dengan lebar pita yang dikehendaki maka operator telekomunikasi terkena kewajiban membayar sesuai dengan frekuensi yang dipakai," kata Heru Sutadi, anggota BRTI, Senin (15/9) .

Bila operator telekomunikasi membangun BTS dalam jumlah yang banyak maka akan lebih murah hitungan penggunaan lebar pita.

Tentunya, akan terjadi masa peralihan dari perubahan sistem perizinan ini. Perubahan ini diharapkan tidak terlalu memberatkan perusahaan operator telekomunikasi, dan pendapatan negara tidak terkoreksi secara signifikan. "Karena sebenarnya, pemerintah ingin mempermudah pengawasan dan penghitungan, " kata Heru.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×