Reporter: Lydia Tesaloni | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Penjualan mobil di pasar retail dan wholesale bergerak fluktuatif sejak awal tahun. Namun secara kumulatif, kinerja semester I-2025 otomotif roda empat tercatat turun secara tahunan (YoY).
Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencatat secara kumulatif mobil di Indonesia terjual sebanyak 374.740 unit per Juni 2025 di pasar wholesales. Sebagai perbandingan, dalam periode yang sama tahun sebelumnya, penjualan wholesales tercatat lebih tinggi sebanyak 410.020 unit. Dengan kata lain, penjualan wholesales turun 8,60% secara YoY.
Pun, penurunan terjadi di pasar retail. Pada semester I-2025, penjualan mobil secara retail tercatat sebanyak 390.467 unit, sementara pada periode yang sama tahun 2024, penjualan tercatat sebanyak 432.453 unit. Artinya, penjualan retail turun 9,70% secara YoY.
Baca Juga: Penjualan Mobil Juni 2025 Melambat, Cek 10 Merek yang Paling Laris di Indonesia
Pengamat otomotif Yannes Martinus menyebut, pada dasarnya penurunan penjualan mobil terjadi seiring tren penurunan daya beli yang terjadi di masyarakat kelas menengah.
“Middle class kita semakin tertekan. Harga mobil rata-rata naik 7,5% per tahun, sementara kenaikan upah pada kelompok masyarakat kecil hanya kisaran 3%, bahkan tren PHK meningkat," papar Yannes kepada Kontan, Jumat (11/7).
Yannes juga menyoroti soal rendahnya indeks keyakinan konsumen Indonesia. Memang, indeks itu berada di level 117,8 per Juni 2025, hanya naik tipis dari rekor terendah sejak 2022 di level 117,5 pada bulan sebelumnya.
Selain itu, Yannes bilang keadaan diperparah dengan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) yang bertahan di angka 5,50%. Ini membuat pembiayaan mobil yang mayoritas dilakukan via kredit semakin mahal.
“Apalagi dengan lemahnya kurs rupiah yang meningkatkan biaya impor komponen dan produksi,” tambahnya.
Secara keseluruhan, Yannes menilai sektor otomotif Indonesia pada 2025 secara makro masih bakal menghadapi tantangan multidimensi. Selain tekanan eksternal terkait persaingan global di pasar lokal, kendala rantai pasok, dan distribusi yang semakin berat, kondisi domestik tak banyak membantu kinerja sektor ini.
“Stagnasi akibat melemahnya daya beli kelas menengah secara signifikan, semakin tingginya biaya hidup, dan ketidakpastian ekonomi makro semakin mempersempit range pasar potensial yang ada,” jelasnya.
Baca Juga: Penjualan Tesla Turun 13,5% pada Kuartal II 2025, Target Tahunan Terancam
Senada, pengamat otomotif Bebin Djuana menyebut kondisi ekonomi yang menurutnya kelabu saat ini membuat masyarakat menghindari belanja mobil.
“Jelas kebutuhan yang tidak premier seperti otomotif ditunda,” kata Bebin kepada Kontan, Jumat (11/7).
Ia menambahkan, saat ini kondisi ekonomi yang lesu turut diperparah dengan kenaikan pajak. Memang per 2025 ini, beban pajak pemilik kendaraan bermotor bertambah dua lagi, yakni Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB).
“Itu menjadi penyebab utama merosotnya angka penjualan,” pungkas Bebin.
Selanjutnya: Kalbe Farma (KLBF) akan Pacu Ekspor, Ini Strategi yang Disiapkan
Menarik Dibaca: 7 Daftar Obat Penurun Kolesterol Tinggi yang Alami dan Cepat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News