Reporter: Dimas Andi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menilai, Indonesia saat ini mengalami penurunan permintaan baik domestik maupun luar negeri. Perlambatan ekonomi China dan Uni Eropa, kenaikan suku bunga The Fed, kemarau yang panjang, belum berakhirnya perang Rusia-Ukraina, dan dimulainya perang Israel-Palestina ditengarai telah menyebabkan penurunan daya beli produk manufaktur Indonesia.
Penurunan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) sejak bulan September 2023, khususnya untuk kelompok penghasilan di bawah Rp 3 juta juga menunjukkan terjadinya penurunan daya beli masyarakat. Kenaikan harga bahan pokok menyebabkan masyarakat lebih berhati-hati dalam konsumsinya. Kondisi tersebut berdampak pada kinerja industri manufaktur bulan Oktober 2023.
“Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Oktober 2023 mencapai 50,70, tetap ekspansi meskipun melambat 1,81 poin dibandingkan September 2023,” kata Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif dalam siaran pers di situs Kemenperin, Selasa (31/10).
Febri menjelaskan, penurunan nilai IKI ini dikarenakan tiga hal utama. Pertama, penurunan daya beli global. Adanya tren perlambatan pertumbuhan global khususnya pada negara mitra dagang utama Indonesia terutama China dan Eropa menyebabkan penurunan drastis terhadap permintaan produk manufaktur Indonesia.
Baca Juga: Maspion Group Siap Ikut Program Bagi-Bagi Rice Cooker
Sementara, di pasar domestik, penurunan daya beli dipicu oleh kenaikan harga energi, khususnya BBM, serta kenaikan suku bunga. Hal ini juga menyebabkan cost of fund sektor manufaktur meningkat, sehingga menyebabkan kenaikan harga barang manufaktur. Suku bunga acuan yang naik juga membuat masyarakat cenderung lebih berhati-hati, khususnya dalam mengambil pinjaman.
"Pada gilirannya, hal ini mengurangi pengeluaran mereka untuk berbagai keperluan,” jelas Febri.
Penyebab kedua adalah melemahnya nilai tukar mata uang rupiah. Semakin melemah rupiah, maka ini akan mengakibatkan biaya input untuk produk dengan bahan baku impor semakin tinggi yang berdampak pada kenaikan biaya produksi. Jika dilihat data impor bahan baku/penolong pada bulan September, terdapat penurunan 4,86% dibanding bulan sebelumnya atau month to month (MtM), serta impor barang modal turun 12,27% MtM.
Sebagai catatan, rupiah terus terpuruk terhadap dolar Amerika Serikat (AS) selama lima bulan berturut-turut. Di sisi lain, pelemahan rupiah juga dapat menjadi peluang bagi produsen yang menggunakan bahan baku lokal untuk dapat bersaing dengan produsen pengguna bahan baku impor.
Faktor ketiga bersifat eksternal seperti banjirnya produk impor, peredaran barang ilegal, dan kenaikan harga energi pada Oktober lalu.
“Aparat penegak hukum dan kementerian/lembaga terkait belum bisa meredam banjirnya barang-barang impor dan barang ilegal yang menggerogoti pasar produsen domestik,” imbuh Febri.
Kondisi tersebut menyebabkan 16 subsektor mengalami penurunan nilai IKI. Tiga subsektor yang mengalami penurunan nilai IKI tertinggi adalah industri mesin dan perlengkapan yang tidak termasuk dalam lainnya (ytdl), industri pengolahan tembakau, serta industri komputer, barang elektronik, dan optik.
Dilihat dari variabel pembentuknya, variabel pesanan baru dan produksi masih mengalami ekspansi. Variabel pesanan baru dan produksi mengalami ekspansi pada Oktober 2023 sebesar 51,72 atau turun 1,54 poin dan 50,83 atau turun 3,34 poin. Sebaliknya, variabel persediaan produk mengalami kontraksi. Terjadi peningkatan nilai indeks pada variabel persediaan produk dari 47,40 menjadi 47,95 atau naik 0,50 poin.
Febri menambahkan, jika dilihat dari alasan yang diungkapkan pelaku usaha pada setiap variabel pembentuk IKI, penurunan ekspansi pada variabel pesanan baru, selain disebabkan oleh penurunan pesanan domestik dan luar negeri, beberapa responden menjawab juga karena daya saing harga di pasar domestik.
Baca Juga: Samator Indo Gas (AGII) Cetak Penjualan Rp 2,06 Triliun Hingga Kuartal III-2023
Adapun penurunan ekspansi variabel produksi dikarenakan penurunan pesanan. Mayoritas subsektor menyampaikan alasannya karena masih banyak persediaan produk, sedangkan beberapa subsektor menjawab karena tingginya biaya produksi, ketersediaan bahan baku, dan faktor musiman. Kontraksi persediaan produk dapat diartikan bahwa produk industri masih banyak di gudang sehingga produsen menahan produksi.
Meskipun demikian, masih terdapat tiga subsektor yang mengalami peningkatan nilai IKI yaitu industri kayu, barang dari kayu dan gabus, industri barang galian bukan logam, dan jasa reparasi dan pemasangan mesin dan peralatan naik ke level ekspansi setelah tiga bulan sebelumnya mengalami kontraksi. Selain itu, sebagian besar pelaku usaha masih optimis terhadap kondisi enam bulan ke depan dengan persentase 61%.
Jika dilihat nilai IKI per subsektornya, industri mesin dan perlengkapan ytdl mengalami penurunan nilai IKI menjadi kontraksi, dari sebelumnya ekspansi di bulan September 2023.
Hal ini terkait dengan karakteristiknya sebagai industri barang modal, sehingga permintaan pada industri permesinan berbasis pada pesanan. Penurunan nilai IKI pada beberapa industri pengguna, serta penurunan harga komoditas tambang seperti batu bara dan nikel, berdampak pada penurunan yang cukup drastis pada industri mesin dan perlengkapan ytdl.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News