Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kembali mendorong wacana untuk mematok harga gas dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO) untuk pembangkit listrik milik PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Hal itu dilakukan, demi meminimalisasi kerugian yang ditanggung oleh PLN. Direktur Jenderal Ketenagalistrikan, Andy Noorsaman Sommeng mengatakan, bahwa wacana penerapan patokan gas DMO memang sudah lama diusulkan. Nah, baru-baru ini pihaknya kembali memunculkan wacana itu, agar harapannya bisa segera terwujud.
"Sudah diusulkan. Bahkan RDP PLN dengan Komisi 7, minggu lalu di kesimpulannya ada usulan DMO," terangnya kepada Kontan.co.id, Kamis (1/11). Bahkan, Andy bilang, bahwa Menteri ESDM, Igansius Jonan mendorong supaya patokan harga gas DMO untuk pembangkit listrik milik PLN bisa segera terlaksana.
Namun sayangnya, Andy masih enggan membeberkan apa yang menjadi penghalang, sehingga wacana itu, sampai sekarang belum terwujud. Yang terang, ia menginginkan harga gas DMO dipatok maksimal US$ 6 per mmbtu dari plant gate. Tapi Andy juga belum mau menjelaskan rincian perhitungannya.
Menurut Andy, untuk usulan patokan harga ini, tidak ada alasan bagi produsen gas untuk menolak. "Ingat dong UU Migas, UU Energi, kan isinya DMO. Nanti kita akan bahas dengan SKK Migas. Sekarang kan mereka sudah tau hasil panja (Panitia Kerja DPR)," ujarnya.
Asal tahu saja, pada kuartal III-2018 ini, perusahaan setrum milik negara itu menanggung rugi bersih sebesar Rp 18,50 triliun. Padahal, jika dibandingkan secara yar on year (yoy) atau periode yang sama tahun lalu, PLN masih memiliki laba senilai Rp 3,04 triliun.
Kerugian bersih yang dihimpit oleh PLN itu disebabkan karena beban usaha yang melonjak hingga 11,82% menjadi Rp 224 triliun dari yang sebelumnya Rp 200,31 triliun.
Rinciannya, beban usaha PLN untuk bahan bakar dan pelumas meningkat 19,45% menjadi Rp 101,87 triliun dari periode yang sama pada tahun sebelumnya sebesar Rp 85,28 triliun. Begitu juga untuk beban pembelian tenaga listrik yang meningkat 13,50% menjadi Rp 60,61 triliun, pada tahun sebelumnya sebesar Rp 53,40 triliun.
Selanjutnya beban pemeliharaan juga melonjak 15,10% ketimbang tahun lalu menjadi Rp 15,01 triliun. Kemudian beban penyusutan juga meningkat 6% menjadi Rp 22,80 triliun, pada kuartal 3 2017 beban penyusutan sebesar Rp 21,42 triliun. Bahkan, kenaikan beban rugi kurs sebesar Rp 17,32 triliun dari yang sebelumnya sebesar Rp 2,22 triliun itu juga menjadi dalangnya.
Sebelumnya, pemerintah juga sudah sudah mematok harga batubara dalam negeri untuk PLTU milik PLN senilai US$ 70 per ton. Nah, apakah itu sudah berjalan maksimal, dan bisa menekan kerugian bagi PLN.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News