Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Yudho Winarto
Menurut salah satu local hero Pertamina itu, pembinaan lingkungan mangrove secara langsung mengajarkan masyarakat untuk kreatif memanfaatkan potensi ekonomi sekitar.
"Saat ini masyarakat sudah ada yang mengembangkan kopi Labuhan, yakni produk kopi lokal yang dicampur dengan biji mangrove. Lalu ada budidaya kepiting soka dan pepaya celini." katanya.
Sementara sebelum ada pengembangan hutan mangrove, Desa Bangkalan kerap kali dilanda banjir rob dari laut. Namun saat ini sudah jauh membaik, bahkan ekosistem flora dan fauna semakin hidup dengan melimpahnya ikan.
Hutan bakau yang telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi di bawah pengawasan Badan Pengelola Hutan Mangrorve (BPHM) Wilayah I Bali itu kini menjadi salah satu destinasi wisata di pesisir utara Pulau Madura.
Pada hari libur, ratusan pengunjung dari berbagai daerah, berdatangan menikmati kesejukan hutan mangrove seluas 3,5 hektare. Ada 17 jenis mangrove di area ini, antara lain Sonneratia Alba (Prapat), Rizhophora Stylosa, Stenggi, Rhizopora Apiculata, Sonneratia Alba, Rhizophora Mucronata, Ceriops Tagal, dan Avicenna Marina. Seiring dengan perkembangan ekosistem, kini hutan mangrove ini juga mulai didatangi gerombolan kera dari Desa Lembung Pesisir, Kecamatan Sepulu.
Kukuh menjelaskan saat ini PHE WMO yang meraih Proper Emas pada 2016 mendorong inovasi dengan menyinergikan kawasan bahari TPM dengan zonasi wilayah timur untuk pengembangan lingkungan dan zonasi wilayah barat untuk pengembangan ekonomi masyarakat.
“Di zona timur sudah dimulai pemeliharaan dan transplantasi terumbu karang. Selain itu juga dilakukan penguatan sinergi dengan desa-desa pesisir sekitarnya melalui program-program pengembangan ekonomi berbasis lingkungan,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News