kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Desakan supaya nuklir dihapus dari RUU EBT terus berhembus


Minggu, 22 November 2020 / 21:13 WIB
Desakan supaya nuklir dihapus dari RUU EBT terus berhembus
ILUSTRASI. Pembangkit listrik tenaga nuklir


Reporter: Dimas Andi | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah pihak masih berupaya mendesak supaya isu pemanfaatan nuklir dihapus dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Energi Baru Terbarukan (EBT).

Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa menilai, Indonesia lebih membutuhkan UU Energi Terbarukan, bukan EBT. Dengan demikian, sebaiknya nuklir dikeluarkan dari RUU EBT.

Menurutnya, Indonesia saat ini butuh menambah pembangkit energi terbarukan guna mengejar target pemanfaatan energi terbarukan sebanyak 23% dari total bauran energi nasional di tahun 2025 nanti.

“Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) tetap saja tidak kompetitif harganya dibandingkan energi terbarukan,” imbuh dia, Minggu (22/11).

Terkait nuklir, hal ini sebaiknya masuk dalam revisi UU No. 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran. Revisi tersebut juga untuk menyesuaikan kebutuhan pengembangan teknologi di bidang nuklir terkini.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) Andika Prastawa menilai, pencantuman nuklir sebagai salah satu alternatif energi baru bisa diterima apabila para pihak terkait tetap bersikeras untuk mengubah RUU ET menjadi RUU EBT.

Baca Juga: Begini fungsi Badan Pengelola Energi Terbarukan (BPET) menurut METI

Namun begitu, supaya seimbang dan sepadan dengan jenis energi lain, pihaknya tidak setuju dengan penguraian energi nuklir, khususnya PLTN dalam RUU EBT. “Ini karena jenis energi lain pun tidak diatur dan diurai secara lebih rinci,” ujar dia, hari ini.

Dia berpendapat, pengaturan rinci terkait teknis perencanaan, persiapan, pembangunan, pengoperasian, hingga pengawasan PLTN harus dibahas mendalam dan diatur dalam regulasi terpisah. Hal-hal seperti itu sangat mungkin dimasukkan sebagai bahan revisi UU Ketenaganukliran.

“Jadi, kami sepakat secara substansi seperti halnya hidrogen, tenaga angin, dan tenaga surya, bahwa nuklir cukup dicantumkan sebagai salah satu alternatif saja. Tidak perlu diuraikan mendalam secara khusus di RUU EBT,” terang dia.

Dihubungi terpisah, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno menjelaskan, Komisi VII DPR RI masih mengkaji isu pemanfaatan nuklir yang tercantum dalam RUU EBT, terlepas fakta bahwa sudah ada UU yang khusus mengatur ketenaganukliran.

Eddy berpendapat, teknologi di bidang nuklir sudah semakin berkembang. Salah satunya diimplementasikan melalui pengembangan pembangkit listrik tenaga nuklir modular yang berukuran tidak begitu besar. Hal inilah yang membuat pemanfaatan nuklir dinilai perlu dikaji dalam RUU EBT.

“Beberapa daerah di Indonesia juga sudah ada yang siap mengembangkan nuklir, seperti di Bangka Belitung dan Kalimantan Barat,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×