kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.306.000 -0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Di Turki, CPO Indonesia kalah dengan Malaysia


Jumat, 06 Juni 2014 / 20:49 WIB
Di Turki, CPO Indonesia kalah dengan Malaysia
ILUSTRASI. Bendera NATO berkibar di depan Monumen Kemerdekaan di Kyiv, Ukraina 30 Januari 2022. REUTERS/Valentyn Ogirenko


Reporter: Handoyo | Editor: Uji Agung Santosa

JAKARTA. Ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) Indonesia ke Turki terancam. Pasalnya saat ini Turki sudah menandatangani perjanjian perdagangan di bidang tertentu atau preferential trade agreement (PTA) dengan Malaysia.

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan, dengan penerapan PTA tersebut, maka bea masuk (BM) minyak sawit asal Malaysia ke Turki menjadi menurun dari 31% menjadi 20%. "Jadi kita 11% lebih mahal dari Malaysia. Kita musti melakukan tindakan untuk bisa jalan ke sana (Turki)," katanya, Jumat (6/6).

Lutfi khawatir, bila PTA antara Malaysia dengan Turki pada bulan Juni ini sudah dapat diberlakukan maka harga CPO Indonesia ke Turki menjadi kalah bersaing karena lebih mahal. Oleh sebab itu, Lutif bilang ada dua langkah yang dapat dilakukan yakni berkoordinasi dengan Indonesian Palm Oil Commission (IPOC) atau Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI).

Selain bekerjasama dengan asosiasi, secara G to G (Government-to-Government) pemerintah Indonesia akan melakukan pertemuan dengan pemerintah Turki. "Turki hub (penghubung) untuk masuk Asia Tengah dan paling penting dia (Turki) pintu untuk negara jazirah Arab yang sedang ada persoalan seperti Iran, Irak, Siria," kata Lutfi.

Mengutip data Kemendag, tahun 2013 lalu ekspor minyak sawit Indonesia ke Turki tercatat sebanyak 286.120 ton. Sementara itu berdasarkan data dewan minyak sawit Malaysia, ekspor minyak sawit dari negeri Jiran ke Turki tahun lalu tercatat 83.589 ton.

Lutfi sendiri saat ini sedang mempelajari atas sikap yang diambil pemerintah Malaysia dengan Turki tersebut. Ya kita musti liat bagaimana caranya. Apa kita ada gunanya untuk kerjakan PTA atau tidak. Atau dengan kesepakatan lain," kata Lutfi.

Sebelumnya, Indonesia juga sempat kalah bersaing dengan Malaysia terkait ekspor minyak sawit ke Pakistan. Sebelum PTA antara Indonesia-Pakistan ini berlaku, harga minyak sawit dan turunannya asal Indonesia terbebani bea masuk 90 Rupee lebih tinggi dibandingkan dengan Malaysia.

Dahulu Indonesia mampu memasok CPO dan turunannya ke Pakistan hingga 700.000 ton per tahun. Namun, saat Malaysia menandatangani kerjasama FTA dengan Pakistan pada tahun 2008 lalu, ekspor CPO dan turunan minyak sawit dari Indonesia anjlok.

Pasca kerjasama Malaysia-Pakistan tersebut, ekspor CPO Indonesia dan turunanya ke Pakistan melorot menjadi rata-rata 200.000 ton per tahun. Padahal, kebutuhan minyak nabati di Pakistan setiap tahunnya rata-rata sebanyak 2,3 juta ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Practical Business Acumen Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×