kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,75   -27,98   -3.02%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Diskon gas berhembus di pabrik di kawasan industri


Kamis, 08 September 2016 / 06:22 WIB
Diskon gas berhembus di pabrik di kawasan industri


Reporter: Pamela Sarnia | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui. Barangkali, inilah gambaran Kementerian Perindustrian (Kemprin) yang berupaya agar industri dalam negeri mendapatkan harga gas murah sekaligus menggiring mereka untuk merelokasi pabrik ke kawasan industri.

Kemprin dalam usulan terbarunya menyebut diskon harga gas akan berlaku untuk semua industri yang membangun pabrik di kawasan industri boleh menikmati diskon harga gas. Ini nampaknya menambah deretan panjang usulan Kemprin.

Pasalnya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengusulkan industri pulp dan kertas, makanan dan minuman, tekstil dan alas kaki serta ban mendapat diskon harga gas. Usulan ini menambah deretan panjang industri yang mendapat diskon harga gas.

Peraturan Presiden No 40/ 2016 menyebut ada tujuh sektor industri yang memperoleh penurunan harga gas adalah pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.

"Kami ingin saat industri masuk ke kawasan industri, harga gas murah agar produk mereka bisa bersaing," ujar Airlangga usai pertemuan dengan Dewan Energi Nasional (DEN) Rabu (7/9).

Menurut dia, kebijakan ini selaraskan dengan Rencana Umum Energi Nasional (REUN). Yakni, harga gas menjadi modal pembangunan, mampu mengulirkan efek tambahan atau multiplier effect.

"Ketiga, harga gas ini untuk pengembangan wilayah atau alat untuk pemerataan ekonomi," kata Airlangga.

Keinginan Kemprin memboyong pabrik ke kawasan industri, kata Airlangga, untuk menciptakan efisiensi, meningkatkan produktivitas dan berinovasi. Jika ketiga hal itu tercapai maka Kemprin optimistis daya saing industri dalam negeri meningkat

"Penurunan harga gas salah satu cara untuk memotong biaya produksi dan biaya bahan baku," imbuh Direktur Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri Kementerian Perindustrian, Imam Haryono, Selasa (6/9).

Imam mencontohkan harga gas Kawasan Industri Semangke pada tahun 2015 mencapai US$ 16 per mmbtu. Kondisi ini menyulitkan industri di dalamnya. Dalam hitungan Kemprin, saat ini penggunaan gas oleh industri dalam negeri mencapai 505,14 juta mmbtu.
Pada tahun 2020, pemerintah memperkirakan penggunaan gas di dalam negeri bisa menjadi 621,71 juta. Minta harga murah Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri (HKI) Sanny Iskandar menilai penurunan harga gas bagi industri yang beroperasi di kawasan industri adalah lumrah.

"Mereka yang beroperasi di dalam kawasan industri wajar jika diberikan insentif lebih menarik, seperti harga gas yang lebih murah," ujar Sanny kepada KONTAN, Selasa (6/9).

Bagi Sanny, kebijakan ini sudah sesuai dengan No 3/2014 tentang UU Perindustrian dan Peraturan Pemerintah No 142/2015 tentang Kawasan Industri. Sementara itu, soal berapa harga gas yang wajar bagi industri saat ini, Himpunan Kawasan Industri berharap pemerintah bisa menurunkan harga gas menjadi US$ 4-US$ 5 per mmbtu.

Sebagai gambaran saat ini mayoritas industri masih membayar gas dengan harga di atas US$ 12 per mmbtu. Dengan hitungan harga US$ 4-US$ 5 per mmbtu, Sanny percaya industri di dalam negeri akan mampu bersaing dengan produsen dari negara negara tetangga. Maklum selama ini mereka juga mendapatkan harga bahan baku gas yang murah di kisaran US$ 4-US$ 5 per mmbtu.

Di sisi lain, kabar insentif harga gas murah bagi industri yang beroperasi di kawasan industri ini cukup melegakan pengelola kawasan industri.

"Jika bisa penurunan harga gas di atas 10%," ujar Hyanto Wihadi, Direktur Pengembangan Usaha PT Kawasan Industri Jababeka Tbk. Pasalnya, kebijakan ini tak cuma meningkatkan daya saing industri dalam negeri tapi bisa mengundang masuknya investasi baru khususnya foreign direct investment (FDI) atau investasi asing.
Masalahnya, hingga saat ini, putusan harga gas masih menggantung. Kementerian ESDM masih belum memberikan keputusan besaran kenaikan harga gas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×