kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,96   4,45   0.48%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Disorot Moody's, perusahaan batubara yakin bisa atasi risiko refinancing


Kamis, 14 November 2019 / 21:01 WIB
Disorot Moody's, perusahaan batubara yakin bisa atasi risiko refinancing
ILUSTRASI. PT Indika Energy Tbk (INDY). Moody's memperkirakan risiko refinancing perusahaan batubara akan meningkat pada tahun 2022.


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tendi Mahadi

Secara operasional, Dileep menjelaskan bahwa BUMI memiliki langkah untuk memoles kinerja dalam beberapa tahun ke depan. Antara lain dengan memperkuat pangsa pasar dengan meningkatkan volume produksi dan penjualan, memperkuat diversifikasi pendapatan, serta mengoptimalkan kapasitas Kaltim Prima Coal (KPC), anak usaha BUMI yang merupakan produsen batubara terbesar di Indonesia.

Dengan begitu, Dileep pun optimistis BUMI tak akan kesulitan untuk membayar kredit. Saat ini, imbuh Dileep, BUMI pun masih melakukan diskusi dengan sejumlah kreditur mengenai skenario refinancing. "Tranche A dapat dilunasi pada awal 2021, Tranche B menjelang akhir 2022," sambungnya.

Hanya saja, terkait dengan risiko perizinan, Dileep mengatakan bahwa pihaknya masih menunggu keputusan resmi dari pemerintah. Dileep berharap, keputusan mengenai Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) bisa segera ditetapkan, dan dua anak usaha BUMI bisa mendapatkan perpanjangan izin menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Asal tahu saja, kontrak anak usaha BUMI akan habis dalam dua tahun ke depan. PT Arutmin Indonesia akan berakhir pada 1 November 2020, sementara kontrak KPC akan habis pada 31 Desember 2021. "Kami sangat menunggu keputusan akhir dari pemerintah tentang konversi PKP2B menjadi IUPK, yang seharusnya menjadi katalisator bagi kami dalam berbagai cara termasuk pembiayaan kembali yang lebih murah," terang Dileep.

Baca Juga: Hentikan ekspor bijih nikel tahun depan, bagaimana nasib penerimaan bea keluar?

Senada dengan itu, Head of Corporate Communication INDY Leonardus Herwindo mengatakan bahwa pihaknya sudah mengantisipasi risiko-risiko tersebut. Leonardus bilang, bagi INDY, surat utang yang jatuh tempo pada tahun 2022 sebesar US$ 265 juta.

Dalam kurun waktu tersebut, lanjutnya, INDY akan memonitor perkembangan untuk melakukan strategi refinancing. "Sumber pendanaan kami berasal dari internal kas, pinjaman bank atau pun global bond," sambungnya.

Perpanjangan izin pun juga menjadi sorotan bagi INDY. Maklum, anak usaha INDY yakni PT Kideco Jaya Agung akan berakhir kontraknya pada 13 Maret 2023. "Sementara terkait perpanjangan PKP2B, kami masih menunggu keputusan pemerintah," kata Leonardus.

Direktur ABM Investama (ABMM) Adrian Erlangga juga yakin pihaknya tidak akan kesulitan untuk membayar kredit sesuai jadwal. Adrian optimistis, kinerja ABMM pada tahun depan akan terdongkrak oleh kondisi harga dan pasar batubara yang lebih baik. "Insya Allah kita akan membaik tahun depan. Kita juga sudah ada planning untuk skema refinancing, tapi belum bisa kita jelaskan," ujarnya.




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×